Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Download Media Pembelajaran Bahasa Inggris SMP: To Be.


Saya memang berencana untuk membuat sebuah video flash seperti yang telah saya posting di animasi flash. Namun saya kira akan lebih bermanfaat jika saya membuat flash yang berguna bagi pembelajaran bahasa Inggris. Maka animasi flash yang awalnya akan saya postingkan, saya urungkan, dan saya ganti dengan yang berikut di bawah ini:





Itu adalah sebuah kuis pilihan ganda tentang penggunaan "to be". Saya kira dengan menggunakan media ini, pembelajaran bahasa Inggris akan lebih "fun". Silahkan didownload.

Tentang hari ini, ada sebuah peristiwa yang ingin saya bagi: Banyak orang yang mengukur orang lain dengan ukuran dirinya sendiri. Maksud saya seperti ini: Jika ada seseorang yang sepanjang hidupnya menginginkan jabatan, ia cenderung memandang orang lain juga seperti dirinya yang haus jabatan.
Padahal? salah besar tentu saja. Orang memiliki kecenderungannya sendiri - sendiri. Keinginannya sendiri - sendiri. Mimpinya sendiri - sendiri.

Orang yang berpandangan seperti ini harus lebih banyak bergaul dan lebih banyak membaca buku!! Daripada terus menerus sibuk mengurusi orang lain yang dianggapnya sebagai saingan dan ancaman untuk memperoleh jabatan yang dia inginkan.

Untuk mendownload file *.swf dan *.fla dari kuis di atas, silahkan anda klik: Download Media Pembelajaran Bahasa Inggris

read more

Lima Hal Penghancur Pernikahan

Berjanji sehidup semati, setia sampai akhir hayat, saling mencintai di dalam suka dan duka, dan menyayangi dengan sepenuh hati, komitmen tersebutlah yang Anda buat bersama sang suami beberapa waktu lalu.

Pada awalnya semua terasa indah dan menyenangkan, tetapi tiba-tiba semuanya berubah menjadi hal yang menyeramkan, ketika Anda merasa ternyata si dia bukan seperti yang Anda harapkan.

Ternyata Anda tak merasa ada kecocokan dengan si dia!Nah ini dia, suatu hal klise yang selalu menjadi alasan dalam perceraian rumah tangga. Tak hanya satu atau dua orang yang menyatakan tidak cocok setelah mereka menikah. Alasan ini dipakai hampir semua orang yang mengajukan cerai atas pasangan yang katanya dicintainya itu.

Apakah benar hanya ketidakcocokan yang menjadi alasan utama yang pantas untuk memisahkan Anda dan si dia. Tidak! Karena sebenarnya banyak hal yang membuat pernikahan Anda nyaris hancur, dan semua itu berasal dari pikiran Anda sendiri.


Seharusnya ia bisa memenuhi keinginan Anda

Anda menuntut si dia agar sesuai dengan keinginan Anda, entah secara materi atau rohani, dan tentu saja tak semua keinginan Anda bisa ia penuhi. Hal inilah yang menyebabkan Anda merasa ia tak mencintai Anda. Mulailah timbul pikiran buruk atas si dia yang kemudian semakin lama berkembang bagaikan bola salju yang meluncur dari atas gunung.

Pasangan yang saling mencintai adalah pasangan yang bisa memberi dan menerima, melengkapi kekurangan masing-masing, bukan hanya menuntut untuk menjadi seperti yang Anda inginkan. Ingat ia adalah manusia yang punya kehendak dan pemikiran sendiri, si dia bukanlah robot!

Pernikahan Anda akan bahagia jika si dia bisa mengubah sifat buruknya

Masing-masing orang pastilah memiliki kekurangan, dan saat Anda ada bersama si dia Anda berusaha meminimalisir kekurangan tersebut. Tetapi jika Anda tak berhasil membantunya berubah, apakah berarti pernikahan Anda gagal?

Tidak! memang sifat buruk itu tak dapat dibiarkan dipiara, namun masih bisa diminimalisir dengan berbagai cara. Sekalipun mungkin sampai Anda dan si dia semakin tua, sifat buruk si dia masih ada, tak berarti pernikahan Anda gagal kan, justru Anda dan si dia sangat kuat hingga dapat mempertahankan pernikahan dan komitmen yang telah dibuat bersama.


Kebutuhan Anda harus diutamakan, karena Anda adalah wanita atau sebaliknya

Masing-masing pasangan memiliki peranan penting, tak ada yang lebih dominan sekalipun si dia adalah pemimpin rumah tangga. Idealnya saham yang ada adalah 50 : 50, sehingga masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Ketika kebutuhan dalam suatu rumah tangga muncul, baik dari sisi si dia maupun Anda, hendaknya kebutuhan tersebut dibuat skala prioritasnya bersama. Bukan dari sekedar Anda adalah yang paling unggul atau dia yang paling unggul. Namun sejauh mana keduanya membutuhkan hal tersebut untuk dipenuhi.

Pernikahan itu berhasil jika nyaris tak ada pertikaian dan perbedaan pendapat

Namanya juga manusia, memiliki pemikiran yang berbeda, sehingga tak memungkiri jika Anda dan si dia kerap bertikai dan berbeda pendapat. Hanya saja dalam penyelesaian setiap pertikaian tersebut orientasinya adalah menyelesaikan masalah dan menemukan jalan keluar yang terbaik, bukan memihak kepentingan salah satu pihak saja.

Tak perlu khawatir jika Anda dan si dia berbeda pendapat. Sekalipun di dalam cinta, perbedaan pendapat itu perlu agar semuanya terlihat lebih hidup dan berwarna.


Harus ada anak di dalam keluarga!

Anak memang penyemangat hidup, pusat inspirasi, namun jika salah satu di antara Anda tak dapat memberikannya apakah itu berarti akhir pernikahan?

Sadarilah bahwa di luar sana banyak anak-anak terlantar yang ditinggalkan orang tuanya entah karena alasan ekonomi, entah karena tak diinginkan, atau karena kedua orang tuanya meninggal, dan merekalah jawaban dari permasalahan Anda.

Jika secara alamiah Anda berdua tak dapat memilikinya, secara batiniah Anda bisa memiliki hampir selusin anak jika Anda mau.

Jadi benarkah alasan yang utama adalah ketidakcocokan? Sepertinya alasan utamanya hanya karena keegoisan Anda saja. Cinta itu selalu indah, jika diawali dengan hal yang indah, jangan biarkan segala yang indah itu berakhir. (Kpl/ICH)

read more

Syarat-syarat Pemimpin Pendidikan Di Madrasah

Untuk memangku jabatan kepemimpinan dalam pendidikan yang dapat melaksanakan tugas-tugas dan memainkan peran-peran kepemimpianan yang sukses, maka kepadanya dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan status sosial ekonomi yang layak. Kepemimpinan dalam Islam adalah suatu hal yang interen serta merupakan salah satu subsistem dalam Islam pengaturan seluruh aspek kehidupan secara prinsipan. Islam mengatur minat amal tujuan sekaligus menagtur sumber kehidupan otak manusia, kemudian mengatur proses hidup perilaku dan tujuan hidup .Pada bagian ini akan dikemukakan persyaratan-persyaratan keprinadian yang menyangkut aspek jasmaniahdan rohaniah dari seorang pemimpin atau calon pemimpin pendidikan yang baik, mencakup pengerian kepribadian sebagai suatu totalitas kemanusiaan yang bulat dan utuh. Penekanan dan intensiats yang perlu dipenuhi oleh pemimpin pendidikan tentu tidaklah sama, sebab hal ini tergantung pada letak posisinya didalam struktur organisasi. Disamping itu penekanan dan intensitas tersebut dipengaruhi atau tergantung pula oleh pada filsafat pendidikan yang dianutnya.
Kepemimpinan dalam penelitian ini lebih dispesifikasikan pada lembaga pendidikan islam yaitu Madrasah Tsanawiyah Nahdlatul Ulama Mojosari Loceret Nganjuk yang mempunyai landasan dan filsafat pendidikan yang khas mendasari keseluruhan usaha pendidikan dan pengajaran. Persyaratan dan sifat-sifat yang perlu dimiliki oleh pemimpin pendidikan menurut masing-masing ahli, berbeda dalam jumlahnya. Sondang P. Siagian mengemukakan persyaratan berupa ciri-ciri yang harus dimiliki seorang pemimpin pendidikan sebagai berikut:
a. Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya.
b. Berpengetahuan luas dan cakap
c. Mempunyai keyakinan bahwa organisasi akan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentukan melalui berkat kepemimpinannya.
d. Mengetahui sifat hakiki dan kompleksitas daripada tujuan yang hendak dicapai
e. Memiliki stamina (daya kerja) dan entusiasme yang besar
f. Gemar dan cepat mengambil keputusan
g. Obyektif dalam arti dapat menguasai emosi dan leih benyak mempergunakan rasio
h. Adil dalam memperlakukan bawahan
i. Menguasi prinsi-prinsip human relations
j. Menguasi teknik-teknik komunikasi
k. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat, guru dan kepala terhadap bawahannya tergantung atas situasi dan masalah yang dihadapi
l. Mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang semua aspek kegiatan organisasi.
Disamping itu dibutuhkan persyaratan kualitas pribadi dan kemampuan seseorang pemimpin pendidikan sebagai berikut: "Berwibawa (terutama karena intregritas pribadinya yang dijiwai oleh nilai luihur pancasila) jujur, terpercaya, bijaksana, mengayomi, berani dan mampu mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, sederhana, penuh pengabdian kepada tugas, berjiwa besar dan mempunyai sifat ingin tahu (suatu pendorong untuk kemajuan). Dalam Islam seorang pemimpin hendaknya:
1. Seorang muslim
2. Seorang yang bertanggung jawab dan memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Mempunyai pengetahuan strategis dan teknis
b. Mempunyai immate interest
c. Mempunyai kesanggupan untuk mengamil keputusan
d. Memandang tugasnya sebagai tugas yang diletakkan oleh allah sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan (sebagai realisasi ibadah kepada allah)
3. Seorang yang didukung oleh pemilihan secara demikratis dan diterima oleh lingkungan sosial
4. Seorang yang dalam pelalsanaan kebijaksanaan dijiwai oleh prinsip-prinsip demokrasi, prosedur demokrasi, dan obyek demokrasi.
Pada hakekatnya seorang pemimpin pendidikan adalah pemimpin yang memiliki segala sifat kepemimpinan. Akan tetapi setiap orang tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Karena tidak ada manusia yang sempurna. Dalam mempelajari ilmu kepemimpinan ia akan bertambah pengetahuan dan sedikit demi sedikit akan merubah kekurangannya. Seorang pimpinan madrasah (kepala madrasah) di MTs Nahdlatul Ulama Mojosari Loceret Nganjuk tentunya diharapkan memnuhi persyaratn tersebut diatas. Disamping itu kepala madrasah sebagai pimpinan madrasah, harus memiliki pengetahuan dan kemapuan yang berhubungan dengan jabatannya. Sondang P. Siagian mengemukakan dalam bukunya "Filasafat Administrasi" bahwa:
Sukses tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan tergantung atas cara-cara memimpin yang dipraktekkan oleh orang-orang atasan itu. Sebaliknya sukses tidaknya seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya, tidak terutama ditentukan oelh tingkat ketrampilan teknis (technical skills) yang dimilikinya, akan tetapi lebih banyak ditentuan oleh keahliannya menggerakkan orang lain untuk bekerja dengan baik (managerial skill).
Dalam kesempatan ini yang menjadi penekanan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang tidak melaksanakan sendiri tindakan-tindakan yang bersifat operasional, akan tetapi dalam mengambil keputusan, menentukan kebijaksanaan dan menggerakkan orang lain ntuk melaksanakan keputusan yang telah diambil sesuai dengan kebijaksanaan yang telah digariskan. A. Ghozali dalam buku "Administrasi Sekolah", menyebutkan bahwa kepemimpinan kepala madrasah harus memiliki kemampuan yang berhubungan dengan administrasi madrasah yaitu:
a. Kemampuan dalam bidang teknis pendidikan dan pengajaran
b. Kemampuan dalam bidang tata usaha sekolah
c. Kemampuan dalam pengorganisasian
d. Kemampuan dalam perencanaan. Berbagai pelaksanaan, dan pengawasan.
e. Kemampuan dalam bidang pengelolaan keuangan.
3. Tipe Kepemimpinan Pendidikan di Madrasah
Bertitik tolak dari kepemimpinan pendidikan itu ada tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, unsur sarana, dan unsur tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan atau kecakapan dan ketrampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui pengalaman belajar secara teori maupun dari pengalamannya didalam praktek selama menjadi pemimpian. Namun secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan ketiga unsur tersebut dalam rangka menjalankan kepemimpinannya menurut caranya sendiri. Dan cara yang digunakan merupakan pencerminan dari sifat dasar kepribadian seorang pemimpin walaupun pengertian ini tidak mutlak. Cara atau tehnik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan disebut tipe atau pola kepemimpinan. Istilah tipe atau pola dimaksudkan suatu cara berperilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap anggota kelompoknya.
Pemimpin memperlihatkan tipe yang berbeda-beda. Karena ada kecenderungan dikalangan para ahli di bidang ini untuk menyusun berbagai stereotip pemimpin. Mengenai gaya kepemimpinan itu, dan sangat mungkin bahwa seorang administrator atau manager memakai suatu kombinasi beberapa gaya juga saat an situasi yang berbeda. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk mempelajari kesuksesan pemimpin ialah mempelajari gayanya yang akan melahirkan berbagai tipe kepemimpinan.
Berdasarkan konsep, sikap, sifat, dan cara-cara pemimpin itu melaksanakan dan mengembangkan kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang dipimpinnya maka dapatlah diklasifikasikan tipe atau pola kepemimpinan dalam pendidikan yaitu:
a. Tipe Otoriter (The Autocratic Style Of Leadership)
b. Tipe Laissez Faire (Laissez Faire Style of Leadership)
c. Tipe Demokratis (Democretic Style Of Leadership)
Adapun tipe kepemimpinan dalam pendidikan tersebut dapat dijelaskan satu persatu sebagai berikut:
a. Kepemimpinan Otoriter
Yang dimaksud yaitu bahwa semua kebijaksanaan atau police dasar ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaannya ditugaskan kepada bawahannya. Semua perintah, pemberian dan pembagian tugas dilakukan, tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya.
Pemimpin yang bergaya otoriter ini memegang kekuasaan mutlak. Langkah-langkah aktifitas ini ditentukan pemimpin satu persatu tanpa musyawarah dengan yang dipimpin, tiap-tiap police dan tugas instruksi harus dipatuhi tanpa diberi kebebasan untuk mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan.
Dengan tipe ini suasana sekolah menjadi tegang, instruksi-instruksi harus ditaati, dia pula yang mengawasi dan menilai atau pekerjaan bawahan. Akibat kepemimpinan ini guru-guru tidak dineri kesempatan berinisiatif dan mengembangkan daya kreatifnya. Dengan demikian situasi sekolah tidak akan menggembirakan guru dan karyawan. Akibat dari kekuasaan ini memungkinkan timbulnya, sikap enyerah tanpa kritik, sikap "Sumuhun dawuh", terhadap pemimpin, dan kecenderungan untuk mengabaikan perintah jika tidak ada pengawasan langsung.
Untuk lebih jelasnya ciri-ciri kepemimpinan yang bertipe otoriter adalah sebagai berikut:
1. Mengutamakan pelaksanaan tugas
2. Agar tugas dilaksanakan, kontrol harus dilaksanakan secara ketat
3. Kreatifitas dan inisiatif anggota bawahan dimatikan dan dipandang tidak perlu
4. Kurang memperhatikan hubungan manusiawi antara pemimpin dengan yang dipimpin
5. Kurang mempercayai orang lain dalam organisasinya
6. Menyenangi ditakuti dan akibatnya kurang disenangi anggota bawahan
7. Orang yang dipimpin dianggap tidak lebih dari pelaksana semata
8. Dalam kepemimpinan sukar memberi maaf kepada anggota bawahan
9. Pendapat dan saran dari anggota dinilai sikap menentang atau membangkang
10. Orang yang dipimpin cenderung terpecah-pecah dan membentuk kelompok kecil.
Dari beberapa ciri-ciri kepemimpinan tipe otoriter berarti seorang pemimpin dalam pendidikan mengidentikkan tujuan organisasi, dalam hal ini madrasah dengan tujuan pribadinya, sehingga memperlakukan para anggotanya sebagai alat dan dibebani tanggung jawab tanpa diimbangi hak secara proporsional, serta bersikap apriori dalam memperlakukan saran.
Kepemimpinan semacam ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah S. Al-Maidah ayat 48:
..... فا حكم بينهم بما انزل الله ولاتتّبع اهوا هم عما جاءك من احق (الما ئدة : 48)
…"maka putuslah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang datang kemudian…"
Berdasarkan ayat tersebut diatas dapat difahami bahwa Islam tidak membenarkan kepemimpinan tipe otoriter, bahkan diperintahkan untuk melawan atau diterapkan dilembaga pendidikan madrasah kurang pas atau kurang sesuai. Karena akan berakibat pada anak yaitu kurang inisiatif, gugup. Ragu-ragu, suka membangkang atau menentang kewibawaan, penakut dan penurut.
b. Kepemimpinan Laissez Faire
Tipe kepemimpianan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otokratis (otoriter). Perilaku yang dominan dalam kepemimpinan ini dalah perilaku dalam gaya kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku pembelot (deserter). Dalam proses kepemimpinan ternyata pemimpin tidak melakukan fungsinya dalam meggerakkan orang-orang yang dipimpinnya.
Dijelaskan pula oleh Oteng Sutisna bahwa dalam kepemimpinan ini, pemimpin tidak banyak berusaha untuk mengontrol atau pengaruh terhadap para anggota kelompok.
Kepada para anggotanya diberikan tujuan-tujuan tetapi umumnya mereka dibiarkan untuk mencapai cara masing-masing untuk mencapainya. Pemimpin lebih banyak berfungsi sebagai anggota kelompok ia memberikan nasehat dan pengaruhnya hanya sebanyak yang diminta.
Dari pendapat tersebut dapat di ambil pengertian bahwa pimpinan, dalam hal ini kepala sekolah yang menggunakan gaya Lassez Faire ini seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya menjunjung tinggi kebebasan bagi anggotanya untuk menjalankan tugas dan jabatannya tanpa mementingkan muyawarah. Hal ini bertentangan dengan firman Allah dalam S. Ali Imron: 159 sebagai berikut:
وشاورهم فىالامر صلى فاذاعزمت فتوكل علىالله ج ان الله يحب المتوكلين (ال عمران : 159)
"… dan hendaklah musyawarah dengan mereka dalam beberapa urusan, dan bila engkau telah mengambil keputusan yang tetap, maka percayalah dirimu kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mempercayai diri."
c. Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan tipe ini menmpatkan faktor manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam sebuah organisasi. Dalam kepemimpinan ini setiap individu, sebagai manusia dihargai atau dihormati eksistensi dan peranannya dalam memajukan dan mengembangkn organisasi. Oleh karena itu perilaku dalam gaya kepemimpinan yang dominan pada tipe kepemimpinan ini adalah perilaku memberi perlindungan dan penyelamatan, perilaku memajukan dan mengembangkan organisasi serta perilaku eksekutif.
Kepemimpinan tipe ini mempertimbangkan keinginan dan saran-saran dari pada anggota kepada putusan dan untuk memperbaiki kualitas melalui input bagi pemecahan masalah.
Kekuasaan dan tanggung jawab didelegasikan dan dipencarkan atau dibagikan kepada setiap anggota staf yang cakap dan mampu mengemban "delegation and sharing of authority". Pemimpin percaya bahwa setiap individu dan teman kerjanya dapat pula berbuat sesuatu dengan hasil yang maksimal asalkan situasi yang ada itu memungkinkan untuk berbuat dan membina kariernya masing-masing.
Selanjutnya dalam kepemimpinan denokratis pemimpin dalam memberikan penilaian, kritik atau pujian ia memberikannya atas kenyataan yang seobyektif mungkin. Ia berpedoman pada kriteria yang didasarkan pada standar dan target program sekolah. Adapun ciri-ciri demokratis anatar lain:
1. Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia.
2. Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya.
3. Ia senang m,enerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahannya.
4. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
5. Dengan ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya epada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian dibanding dan diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama.
6. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya.
7. Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin .

read more

Kepemimpinan Pendidikan

Pengertian Kepemimpinan Pendidikan
Sebelum membahas permasalahan pokok mengenai kepemimpinan kepala madrasah, maka agar tidak terjadi kerancuan pemahaman, terlebih dahulu akan dijelaskan tentang pengertian kepemimpinan. Menurut Dirawat dkk, dalam bukunya "pengantar kepemimpinan pendidikan" yang menyatakan bahwa:
Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu mencapai sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.
Pendapat ini memberi pengertian yang pada hakekatnya kepemimpinan itu adalah kemampuan dari seseorang pemimpin mendapat pengaruh atau dapat diajak dan dikerahkan untuk mencapai tujuan atau memperoleh hasil maksimal. Firman Allah SWT sebagaimana tertera dalam S. Ali Imron ayat 104 yang mangatakan sebagai berikut:
"Hendaklah ada diantara kalian, segolongan umat penyeru kepada kebajikan, yang tugasnya menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Merelah orang-orang yang beruntung".
Kepemimpinan merupakan faktor manusiawi yang paling menetukan sukses tidaknya suatu organisasi, lembaga pendidikan maupun lembaga kenegaraan. Sebab ia merupakan motor penggerak dan bertanggung jawab atas segala aktifitas dan fasilitas. Dia dituntut mampu mngantisispasi tindakan-tinadakan yang berdasarkan pada perkiraan-perkiraan untuk menampung apa yang terjadi mengenai kelemahan-kelemahan serta mencapai suatu tujuan dan sasaran dalam waktu yang telah ditentukan. Kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat lainnya dalam organisasi. Demikian pentingnya peranan kepemimpinan dalam usaha mencapai tujuan suatu organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa sukses atau kegagalan yang dialami sebagian besar ditentukan oleh kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh orang-orang yang diserahi tugas memimpin organisasi itu.
Dalam kepemimpinan faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan dari orang yang dipimpin, keduanya saling tergantung sehingga salah satu tidak mungkin ada tanpa yang lain. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT S. An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:
ادع إلى سبيل ربك با لحكمة والموعظة الحسنة وجدلهم بالتى هىاحسنج ان ربك هواعلم بمن ضل عن سبيله وهواعلم بالمهتد ين (النحل : 125)
"Serulah kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan peringatan yang baik. Dan bantahlah mereka dengan (bantahan) yang lebih baik. Sungguh, Tuhanmu, ialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan ialah yang lebih mengetahui orang yang mendapat bimbingan.
Setelah difahami pengertian pokok kepemimpinan yang bersifat definitif, maka dapatlah dipersempit lapangan pembahasan ini, yaitu kepada scope kepemimpinan yang dimiliki oleh mereka yang bergerak dalam lapangan pendidikan dan pengajaran di MTs NU Mojosari Loceret Nganjuk.
Sebelum membahas pengertian kepemimpinan sebagai suatu kesatuan, maka perlu dijelaskan juga pengertian pendidikan. (M.J Langeveld) berpendapat, bahwa pendidikan atu pedagogi adalah kegiatan membimbing anak manusia menuju pada kedewasaan dan kemandirian.
Sedangkan menurut Dirawat dkk pengertian pendidikan ditinjau dari 2 segi yaitu:
a. Pendidikan sebagai suatu usaha atau proses mendidik dan mengajar seperti yang dikenal sehari-hari
b. Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas berbagai masalah tentang hakekat dan kegiatan mendidik dan mengajar dari zaman kezaman atau yang membahas prinsip-prinsip dan praktek mendidik dan mengajar dengan cabang-cabangnya yang telah berkembang begitu pesat, luas dan mendalam.
Dari definisi tersebut jelas terlihat bahwa kepemimpinan pendidikan tidak hanya berlaku pada lembaga madrasah saja tetapi juga pada pendidikan luar madrasah. Untuk lebih jelasnya pengertian kepemimpinan pendidikan sebagaimana dikemukakan oleh Dirawat dkk bahwa:
Kepemimpinan pendidikan adalah suatu kemampuan dan proses mempengaruhi, mengkoordinir, dan menggerakkan orang lain yanga ada hubungannya dengan pngembangan ilmu pendidikan dan pengajaran agar kegiatan-kegiatan yang dijalankan dapat lebih efektif dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
Pengertian ini sejalan dengan sudut filosofis kepemimpinan yang pada pokoknya menjunjung tinggi azaz hubungan kemanusiaan (human relationship). Dari beberapa definisi kepemimpinan pendidikan dapat diketahui unsur-unsurnya yaitu:
a. Adanya pemimpin pendidikan
b. Adanya terpimpin (anggota bawahan)
c. Adanya wadah (organisasi/ lembaga pendidikan)
d. Adanya tujuan yang akan dicapai
Dengan demikian dapatlah diambil pengertian bahwa yang dimaksud kepemimpinan pendidikan adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengkoordinir, menumbuhkan semangat kerja, mengarahkan orang-orang sebagai bawahan atau anggotanya dalam lapangan pendidikan untuk tujuan bersama. Seorang pemimpin harus mampu bekerja sama untuk memberikan motivasi kepada orang-orang yang frustasi dalam tindakan dan keputusan yang berakibat ketidakberesan dalam pelaksanaan tugas. Agar kegiatan kerja pelaksana pendidikan dan pengajaran dapat berjalan teratur, penuh kegairahan didalam melaksanakan tugas jabatannya, dan agar bawahan memperoleh kesempatan untuk, mengembangkan pribadi dan jabatan mereka secara kontinyu, maka

diperlukan adanya bimbingan, bantuan, dorongan dan koordinasi yang baik, termasuk dalam golongan ini yaitu kepala madrasah. Disamping itu seorang pemimpin pendidikan harus mempunyai tiga bentuk perilaku seperti yang telah dicanangkan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa pemimpin itu harus bersifat:
"Ing ngarso asung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah Di muka memberi tauladan, Di tengah-tengah membangun semangat, Dari belakang memberikan pengaruh.8
Seorang pemimpin di muka, harus memiliki idealisme kuat serta kedudukan tersebut. Akan tetapi, menurut watak dan kecakapannya, seorang pemimpin dapat dikatakan sebagai pemimpin di muka, di tengah dan di belakang (front Leader, social leader, dan rear leader).
Pengertian pemimpin pendidikan disini sebagaimana pendapat Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto bahwa:
Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk menggerakkan pelaksanaan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.9
Dari pengertian pemimpin pendidikan tersebut maka jelaslah mereka yang tergolong dalam pemimpin pendidikan tidak hanya pejabat yang memimpin lembaga pendidikan, tetapi juga guru kelas, wali kelas, guru idang studi yang mempengaruhi murid dibawah bimbingannya, hanya ruang lingkup dan tingkatannya saja yang berbeda. Ruang lingkup dan perbedaan itulah yang menyebabkanpolice yang telah ditetapkan perlu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing lembaga yang dipimpin.
Secara singkat orang yang memiliki kelebihan dan perlengkapan pribadinya, yang kemudian dengan kelebihan itu dapat mempengaruhi, mengajak, membimbing, mendorong, menggerakkan, dan mengkoordinasikan karyawan pendidikan lainnya kearah peningkatan dan perbaikan mutu pendidikan dan pengajaran, maka ia telah melaksanakan fungsi kepemimpinan pendidikan, dan ia tergolong pemimpin dalam pendidikan.
Dengan itu maka pemimpin pendidikan dapat berstatus sebagai pemimpin resmi atau disebut "status leader" atau "formal leader" dan pemimpin tidak resmi atau disebut "emerging leader", "real leader", atau "functional leader".
Kepemimpinan resmi ini dimiliki oleh orang yang menduduki posisi pimpinan dalam struktur organisasi pendidikan, baik karena diangkat resmi oleh atasan, maupun karena dipilih secara resmi menjadi pemimpin oleh anggota staf pelaksana pendidikan ataupun yayasan dimana ia bekerja. Yang dimaksud disini yaitu kepmimpinan resmi seorang kepala madrasah.
Maka dari itu untuk dapat menjalankan fungsi kepemimpinan lebih baik, dimana aktifitas yang dilaksanakan bawahan, teman bekerja, atau guru-guru lebihefektif bagi pencapaian tujuan pendidikan, maka kepala madrasah memiliki unsur-unsur yang nyata, operasional dan fungsional sebagai proyeksi daripada kualitas "kelebihan" yang ada diadalam kepribadiannya. Mereka harus secara nyata dapat menunjukkan tindakan-tindakan kepemimpinan yang lebih baik, jika dibandingkan apa yang dapat dilakukan oleh stafnya, bawahan atau guru-guru yang dipimpinnya.

read more

Kajian Tentang Pendidikan Agama Islam

A. 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Bahasa
Pengertian pendidikan Islam menurut bahasa Arab ada beberapa istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan pendidikan antara lain adalah at-ta’lim yang berarti pengajaran, at-tadib yang berarti pendidikan yang bersifat khusus, at-tarbiyah yang berarti pendidikan (Ilyas, 1995:20).
Menurut Abdur Rahman An-Nahlawi menjelaskan bahwa at-tarbiyah memiliki tiga asal kata, yaitu dari:
1. Raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh.
2. Raba-yarba dengan wazan khafiya-yakhfas, berarti menjadi besar.
3. Rabba-yarubbu dengan wazan madda-yamuddu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, dan memelihara (Ilyas, 1995:21).
Sedangkan perbedaan at-tarbiyah dengan at-ta’lim menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi bahwa at-tarbiyah yaitu: Untuk mempersiapkan dan mengarahkan potensi seseorang agar tumbuh dan berkembang. Melalui at-tarbiyah, dikembangkan potensi seseorang untuk mencapai tujuan yaitu “kesempurnaan”. At-tarbiyah menuntut pekerjaan yang teratur, kemajuan yang terus-menerus, kesungguhan, dan pemusatan pikiran pada anak untuk perkembangan jasmani, akal, emosi, dan kemauannya (Ilyas, 1995:21).
Kemudian at-ta’lim hanya terfokus pada penyampaian pengetahuan dan pemikiran-pemikiran guru dengan metode yang dikehendakinya. Tujuan yang hendak dicapai dari at-ta’lim adalah mendapatkan ilmu pengetahuan dan keahlian. Sedangkan tujuan at-tarbiyah menjadikan anak kreatif (Ilyas, 1995:21).
Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Istilah
Pendidikan agama Islam menurut Zakiyah Daradjat, dkk, pendidikan agama Islam secara umum menurut istilah adalah ”pembentukan kepribadian muslim”. (Daradjat, dkk, 1992:4).
Sedangkan pendidikan Islam menurut Asnelly Ilyas yaitu:
1. Untuk mempersiapkan anak dari segi jasmani, akal, dan rohani sehingga ia menjadi anggota masyarakat yang bermanfaat, baik untuk dirinya maupun bagi umatnya.
2. Sesungguhnya yang di maksud dengan pendidikan menurut pengertian Islam ialah menumbuhkan manusia dengan pertumbuhan yang terus-menerus sejak ia lahir sampai ia wafat.
3. Sesungguhnya yang dimaksud dengan pendidikan agama Islam adalah mempersiapkan individu agar ia lahir sampai ia wafat. (Ilyas, 1995:23).

Dari ketiga definisi di atas jika dipadukan tersusunlah suatu rumusan pendidikan Islam, yaitu:
1. Pendidikan Islam ialah mempersipkan dan menumbuhkan anak didik atau individu manusia yang prosesnya berlangsung secara terus-menerus sejak ia lahir sampai meninggal dunia.
2. Yang dipersiapkan dan ditumbuhkan itu meliputi aspek jasmani, akal, dan ruhani sebagai suatu kesatuan tanpa mengesampingkan salah satu aspek, dan melebihkan aspek yang lain. (Ilyas, 1995:23).

Menurut Moh.Amin Pendidikan agama Islam yaitu:
1. Pengertian pendidikan
Pendidikan ialah suatu sadar dan teratur serta sistimatis, yang dilakukan oleh orang-orang yang bertanggung jawab, untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan. Dengan kata lain dapatlah disebutkan bahwa: Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak, dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa.
2. Pengertian agama Islam
Islam berasal dari kata Aslama Yuslimu, yang berarti menyelamatkan, mendamaikan dan mensejahterakan. Agama Islam artinya sistim keselamatan yakni tata kehidupan di dunia bahagia sampai akhirat. Tegasnya agama Islam adalah satu-satunya system/tata kehidupan yang pasti bisa membuat manusia menjadi damai, selamat dan sejahtera untuk selama-lamanya, karena hidupnya berserah diri pada penciptanya. (Amin, 1992:1).

Kemudian pendidikan agama Islam dalam buku Pedoman Pelaksana Agama Islam yang dikeluarkan Departemen Agama R.I disebutkan:
1. Pendidikan agama Islam adalah segala usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan asuhan terhadap anak agar kelak setelah pendidikannya dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya serta menjadilannya way of life (jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial kemasyarakatan.
2. Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan kepada generasi muda agak kelak menjadi manusia muslim, bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, dan kepribadian utuh yang memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya.
3. Pengertian lain tentang pendidikan agama Islam ialah usaha sadar yang dilakukan orang dewasa terhadap anak didik menuju tercapainya manusia beragama (manusia yang bertaqwa kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa). (Amin, 1992:3).

Menurut Abdurrahman Al-Bani mengemukakan beberapa kesimpulan asasi untuk memahami pendidikan yaitu:
a. Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran dan obyek.
b. Secara mutlak, pendidikan yang sebenarnya hanyalah Allah pencipta fitrah dan pemberi berbagai potensi. Dialah yang memberlakukan hukum dan tahapan perkembangan serta intraksinya, dan hukum-hukum untuk mewujudkan kesempurnaan, kebaikan serta kebahagiaan.
c. Pendidikan menurut adanya langka-langka yang secara bertahap harus dilalui oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran, sesuai dengan urutan yang telah disusun secara sistematis.
d. Kerja pendidik harus mengikuti aturan penciptanya dan pengadaan yang dilakukan Allah, sebagaimana harus mengikuti syara’ dan dien Allah. (Amin, 1992:5).

Menurut An-Nahlawi mengemukakan bahwa pendidikan Islam menjadi suatu tuntutan dan kebutuhan mutlak ummat manusia, karena:
a. Untuk menyelamatkan anak-anak di dalam tubuh ummat manusia pada umumnya dari ancaman dan hilang sebagai korban hawa nafsu orang tua terhadap kebendaan, system matrialistis non humanistis, pemberian kebebasan yang berlebihan dan pemanjaan.
b. Untuk menyelamatkan anak-anak dilingkungan bangsa-bangsa sedang berkembang dan lemah dari ketundukan, kepatuhan dan penyerahan diri kepada kekuasaan kedhaliman dan penjajah. (Amin, 1992:5).



A. 2. Dasar Pendidikan Agama Islam

a. Dasar Religius

Yang dimaksud dengan dasar religius atau agama adalah “dasar-dasar yang bersumber dalam agama Islam yang tertera dalam ayat Al-Qur’an maupun Hadits Nabi. Menurut ajaran Islam, bahwa melaksanakan pendidikan agama adalah merupakan perintah dari Tuhan dan merupakan ibadah kepada-Nya”. (Zuhairini, dkk, 1993:20).
Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menunjukkan adanya perintah tersebut seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 2 dan juga dalam Hadits Riwayat Bukhari.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:

Artinya: “Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”. (Q.S. Al-Baqarah:2). (Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1979: 8).

Dalam Hadits Riwayat Bukhari yang berbunyi:
وَعَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِ وَبْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : بَلِّغُوْا عَنِّيْ وَلَوْ آيَةً. (رواه البخارى)

Artinya: “Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash r.a. bahwasannya Nabi s.aw. bersabda: “Sampaikanlah apa yang kamu dapatkan dari ajaranku kepada orang lain walaupun hanya satu ayat”. (Riwayat Bukhari). (Shabir, 1981:280).

b. Dasar dari segi Sosial Psychologi
Semua manusia dalam hidupnya di dunia ini, selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa, tempat mereka berlindung dan tempat mereka meminta pertolongan.
Hal semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitive maupun pada masyarakat yang modern. Mereka akan merasa tenang dan tentram hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Dzat Yang Maha Kuasa (Zuhairini, dkk, 1993:22). Hal semacam ini memang sesuai Firman Allah dalam surat Ar-Ra’ad ayat 28, yang berbunyi:
أَلاَ بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (الرعد: 28).
Artinya: “Ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tentram”. (Q.S Ar-Raad:28). (Zuhairini, dkk, 1993:22). (Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1979: 373).

A. 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam

Menurut GBPP PAI 1994 pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah sebenarnya berfungsi sebagai pengembangan, penyaluran, perbaikan, pencegahan, penyesuaian, sumber nilai dan pengajaran (Muhaimin,dkk, 1996:11).




read more

Animasi Flash Saya yang dalam Pengerjaan


Saat ini saya sedang mengerjakan video flash yang potongannya bisa anda saksikan di bawah ini:



Saya berharap dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi video flash yang saya tengah kerjakan ini dapat selesai. Menurut anda bagaimana akhir dari potongan animasi flash saya di atas?

I am influenced and inspired by Ross Bollinger's Pencil Mation. Thanks Ross!!

read more

Menyoal Pemalsuan Karya Ilmiah Guru


Mengapa guru memalsukan karya ilmiah? Ada beberapa alasan.
Pertama, guru belum mampu menulis karya ilmiah.
Sudah jamak diketahui bahwa semakin lama menjadi guru, bukannya menjadi lebih menguasai materi yang diampu, guru cenderung semakin out of date. Mengapa demikian? Ketika telah menjadi guru, beban tugas tidak hanya pada mengajar saja. Ada beban – beban dari seorang guru yang wajib juga dilaksanakan. Menjadi kepala keluarga, memiliki bebannya sendiri. Begitu pula dengan menjadi anggota dari masyarakat. Terlebih jika seorang guru memiliki persoalan keluarga yang menuntut untuk segera diselesaikan. Kondisi - kondisi ini seringkali membuat seorang guru mengkesampingkan urusan – urusan pekerjaan sebagai guru.
Kedua, guru belum terbiasa meneliti.
Ketika kuliah, banyak yang berpendapat bahwa menulis skripsi merupakan pekerjaan yang paling merepotkan. Nah, jika ketika kuliah saja kita sudah merasa kesulitan untuk menulis dan meneliti apalagi jika kita sudah tidak lagi kuliah? Belum lagi jika kita melihat pada persoalan rendahnya minat baca. Menulis adalah fase berikutnya setelah kebiasaan membaca terbentuk. Kalau buku tidak terbeli lalu bagaimana bisa membaca?
Ketiga, permasalahan mentalitas
Mentalitas mencari jalan pintas, menerabas, tidak mau bersusah payah memang masih sangat kuat melekat pada kita semua. Diperlukan teladan dan latihan untuk menjadi orang yang memiliki kemauan keras untuk berusaha. Diperlukan pengorbanan untuk terus berproses dan berpandangan bahwa proses jauh lebih penting daripada hasil.
Keempat, kelima dan seterusnya. Masih ada lagi penyebab – penyebab lain. Namun saya rasa ketiga hal di atas sudah cukup mewakili.

read more

Pemalsuan Karya Ilmiah oleh Guru


Beberapa Guru di Riau memalsukan karya ilmiah untuk mendapatkan kenaikan pangkat dari 4A ke 4B.
Memalukan sekaligus menyedihkan

read more

Foot in Mouth Syndrome


Tuhan, Jangan Kau biarkan lidahku berucap
yang tiap - tiapnya menjadi
malapetaka bagiku



Tanpa sadar, mulut ku lebih tajam dari pisau

read more

Belajar Membaca dan Sesame Street


Sekelompok peneliti pada University of Massachusetts dan University of Kansas, meneliti 600 anak sekolah menengah yang pada tahun 1980-an – ketika mereka berusia empat atau lima tahun – telah secara rutin menonton Sesame Street. Temuannya, ternyata mereka yang terbiasa menontonnya memiliki prestasi yang lebih baik daripada yang tidak terbiasa menontonnya. Dalam pelajaran Matematika, bahasa Inggris dan Ilmu Pengetahuan Alam, mereka lebih menonjol.
Dan berita baik berikutnya, ternyata mereka tidak hanya menonjol dalam akademik namun mereka, yang biasa menonton Sesame Street ketika kecil ini, juga menghabiskan waktu luang mereka dengan aktivitas yang lebih baik: membaca buku.
Yang aneh, belum ada yang bisa menjawab bagaimana sebuah program televisi yang ditonton selama satu jam bisa berdampak positif hingga belasan tahun berikutnya.
Namun, masa anak – anak memang masa – masa penuh keajaiban yang seharusnya terus menerus diteliti, disebarluaskan, dipelajari dan diterapkan. Keajaiban masa anak – anak bahkan sudah diketahui oleh orang – orang jaman dulu. Banyak orang tua jaman dahulu yang mendidik anak – anak balita mereka sehingga mereka telah memiliki kompetensi yang sulit dibayangkan oleh kita yang hidup di masa sekarang ini.
Kalau memang program televisi seperti Sesame Street ini memiliki dampak positif bagi anak – anak kita, nampaknya pemerintah harus mulai serius menggarap lahan ini sehingga televisi kita tidak hanya diisi oleh tayangan sinetron yang terbukti merugikan.

read more

Boediono No Problems Losing Position



Vice President (VP) Boediono bluntly admitted there is no problem if he lost his office. According to him, he became the vice president solely to serve this nation.

But consider the efforts Boediono delegitimasi visible today, as a way that is not fair for this nation.

This was revealed I Division Chief Organization Indonesian Young Entrepreneurs Association (HIPMI) Kamrussamad, mimicking words Boediono as Vice President held a press conference at the Office of the Vice President, Jl Medan Merdeka Selatan, Central Jakarta, Friday (29/1/2010).


"Mr. Vice said the office had lost no problem. He simply wanted to serve this nation," said Kamrussamad.

However, Kamrus said that the vice president did not want any effort and in ways that delegitimasi, as considered less fair for democracy of this nation. "The way it was not fair delegitimasi for this nation," said Boediono Kamrus mimicked.

Yet the vice president did not specify the ways delegitimasi intended.

Meanwhile, Chairman of the HIPMI, Erwin Aksa added if the statement is admitted Boediono willing to lose office, associated with the necessity of regeneration among the young. "Speech VP context that the need for regeneration, it is accepted Hipmi," said Erwin.



read more

Ministry’s program to get schools online meets with criticism

The House of Representatives’ Commission X, which oversees education, criticized Wednesday the National Education Ministry’s program to provide schools with Internet access.

The program, part of the ministry’s 100-day plan, was laid out before legislators at a working meeting at the House.

Legislators said providing schools with Internet access was not feasible.

Angelina Sondakh, from the Democratic Party, said many students in Central Java had complained about the program because although their schools had been equipped with computers, the unreliable electricity supply and low bandwidth in their areas had made connecting to the Internet a rarity.

“I agree with connecting schools nationwide to the Internet, and God willing it can be done within the 100 days,” she said.

“But how about the program’s continuation? If we apply this program in the first 100 days of the new minister’s [tenure], we won’t be able to afford to maintain it in 2010.
“It’ll be a waste,” Angelina went on.

“The computers we bought from the 2007, 2008 and 2009 budgets will be neglected because they can’t be used to connect to the Internet. So you’ve got to ensure there is good bandwidth connection right down to the village level.”

Fellow Democratic Party legislator Jefirstson R. Riwu Kore also doubted the so-called e-school
program would be a success, with many teachers unable to operate a computer.

“How will they teach their students to use the Internet when they can’t even use a computer?”
he asked.

“Not to mention the problems with poor electricity supply.”

National Education Minister Muhammad Nuh said in his presentation before members of the commission, which also oversees sports, culture and tourism, that during his first 100 days heading up the ministry, he would connect 17,500 more schools across the country to the Internet.

He said this was part of former education minister Bambang Sudibyo’s National Education Network (Jardiknas) program, which has already granted Internet access to 18,000 schools, or 8 percent of the country’s 216,700 schools, since its launch in 2006.

“I’m sure that, despite these concerns, we can use the Internet in our education system with increasing computer penetration and the growth of electronic equipment distribution,” said Nuh, who previously served as information and communications minister.

“There’s definitely a problem with the electricity supply, but we shouldn’t let that hamper the development of the Internet [for use in education].”

The ministry’s other 100-day programs include improving educators’ capacities, providing university scholarships for underprivileged and outstanding students, and issuing a special policy to assign teachers to remote and border regions.

Also on the list of 100-day programs are developing national culture and character, education methodology, and entrepreneurship education at schools, as well as setting out the ministry’s five-year strategic plans.

Commission X deputy chairman Heri Akhmadi, from the Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P), criticized the programs, saying three of them were mere continuations of programs rolled out by the previous minister, while the results of five others would only be on paper and not tangible.




read more

Students break robot assembling record

The country's Independence Day has a different meaning for everyone. For some primary students it meant striving to break a robot-assembling record. And so they did on Saturday.

As many as 550 primary school students of the Penabur Christian Educational Foundation (or the BPK Penabur) gathered at Ciputra Mall to see it happen.

The activity was among a package of events that included bazaars and performances to celebrate Indonesia's Independence Day, which falls on Aug 17. With hundreds of children drawn into one activity, it unsurprisingly congested one section of the mall.

Nevertheless, participants - and visitors - seemed absorbed enough to ignore the hodgepodge of activities going on around them.
Two boys were trying to make their robots - colorful assemblies of wires and wheels forming what appears to be half-baked racing cars - run according to the "S"-shaped white tracks on the test-drive tablets.

According to the school foundation's operating director Winifrid Prayogi, those simple "S" lines determine whether participants' robots were qualified to be part of the event or not.

"The robots assembled in these events are called line tracers, which mean they must move according to the lines.

"Line tracers are among the simplest robots that were introduced in the BPK Penabur's robotic extracurricular activity."

Not all participants had attended the robotic afterschool class, though.

"I attend the table tennis extracurricular activity," sixth-grader Jeremiah Prabowo said.

"I only joined this event to gain more experience."

According to Rida Kusrida, Mal Ciputra's spokesperson, the event was to encourage youngsters to participate more in the robotic field.

"We hoped that those who did not attend robotic extracurricular class will participate too."

The event also included an exhibition of exceptional creations, such as the fire-extinguishing robot, designed and constructed by three junior high students: Chandra Lewis, Nico Fendy, and Selia Evanny.

The robot managed to gain victory over the creations of university students in the 2009 Information and Communications Technology (ICT) Awards.

Despite promising prospects of the robotic field, many Indonesians were still strangers to the technology, Winifrid said.

"We must try to join the ranks of the developed. Now that's what I call a struggle." (dis)



read more

The flag-hoisting ceremony is the highlight of Independence Day commemoration where school students, office security guards and a tightly selected flag carrier team at the Presidential Palace take part in it every Aug. 17.

On that historic day 64 years ago, founding President Sukarno declared the independence of the Republic of Indonesia. While the country’s anthem “Indonesia Raya” was sung, my grandfather Abdul Latief Hendraningrat hoisted the first Red and White flag on a bamboo flagpole at Jl. Pegangsaan Timur 56 in Jakarta.

Ever since that day, the ceremony has become a family thing, when all relatives and descendants of Abdul Latief Hendraningrat got together to sing the national anthem, read poetry, discuss history and give charity to impoverished people, as a remembrance of my grandfather’s part in the struggle to Independence.

Latief was born in Jatinegara, East Jakarta, on Feb. 15, 1911. He was the eldest of four. The position of his father, Raden Mas Said Hendraningrat – a mayor in Batavia (now Jakarta), gave him the privilege to enter Dutch’s Europese Lagere School.
The family later moved to Surabaya where Latief finished his study at MULO, a Dutch school similar with junior high school today and continued his studies at high school AMS-B in Malang, East Java. It was in this small town Latief turned into activist of independence movement by joining Jong Java and Indonesia Muda organizations.

Graduated in 1933, Latief moved to Jakarta to study at Batavia Rechtshogeschool (Law Faculty). But he just studied there for a year because the family could not afford the high education costs.

Although he dropped out of law school, he continued teaching English at the national schools of Muhammadiyah, Sekolah Perguruan Rakyat and Taman Siswa institution. Many of the independence movement activists taught in the latter institution, including Soekarno and Mohammad Hatta.

In 1939, he was chosen to lead a dancing troupe to New York World’s Fair as representative from East Indies to perform traditional cultures.

When he took the assignment to hoist the flag on the day Indonesia proclaimed itself as an independent country, Latief realized that he could be a target of abduction from the reigning Japanese colony to foil the planned ceremony.

“And for this we are ready to give all our heart and soul … to gain independent Indonesia!” wrote Latief in his notes.

When Pembela Tanah Air (PETA) was established – the embryo of the Indonesian Military – Latief was assigned as the company commandant for Jakarta. He later joined the Civilian Security Army (TKR) and developed Military Academy in Yogyakarta.

He died on March 14, 1983, survived by his wife Sophia and four children: Tuning Sukobagyo, Tjitrawati Abdul Muis, Citroseno Hendraningrat and Siti Nurhayati. The big family now consists of 11 grandchildren and four great-grandchildren.

As a tribute to him, my father Nidjo Sandjojo who married Latief’s youngest daughter Siti Nurhayati, wrote a biography of Latief Hendraningrat. The book is based on my grandfather’s notes, his interviews with Susanto Pudjomartono (former chief editor of The Jakarta Post and Indonesian ambassador to Russia), as well as Citroseno Hendraningrat’s memoirs of his father.

My family holds the proud legacy of Latief Hendraningrat who shared with us his life motto; Sepi ing pamrih, rame ing gawe, he took from a Javanese saying which means willing to work hard, but not for oneself benefit.

Prita Nur Aini
Student of University
of Indonesia



read more

Students exposed to Korean education programs



Taking off from Soekarno Hatta International Airport at 4 p.m. on June 14 in a flight bound for Seoul, I couldn't wait to find out what was waiting for us.

In the past weeks since receiving the invitation from South Korea government to join the 2009 Program for University Students from BRICs and Latin American Countries, we've been quite busy preparing for the trip.

BRICs is an acronym that refers to the fast-growing developing economies of Brazil, Russia, India, and China.

There were visits to the Korean embassy to get the program itinerary from helpful staff and to present a gift from the University of Indonesia (UI) to Ambassador Byun Chul Hwan, besides meeting my two fellow UI students and one from Yogyakarta's Gadjah Mada University who would join the trip.

At last we were on our way.

Organized by the National Institute for International Education (NIIED) based in Seoul, Republic of Korea, the 10-day program from June 15 to 25 was to bring together 32 university students from Indonesia, Russia, China, India, Sri Lanka, Brazil, Chile, Guatemala, Paraguay and Peru.
We were invited to experience not only Korean university life, but also to know the richly embroidered tapestry of Korean culture: its music, soap opera, cuisine, monuments ancient and modern, calligraphy, state-of-art technology, economy, Tae Kwon Do martial art, its people and so much more.

The NIIED plays a leading role in the development of international education and in fostering South Korea's new educational program to increase the number of overseas students by 2010. By that time it is estimated that the number of scholarships for foreign students will be doubled.

Arriving at Incheon airport in the early morning of June 15, a technological surprise was immediately noticeable, as we took the Incheon subway to the baggage collection area. Seoul's subway system is in fact the eighth largest in the world.

Welcomed at the arrival terminal by Ms. Jung Choon Lee, Deputy Manager of International Cooperation of Yeungnam University, and two student ambassadors, we immediately felt the care, kindness and hospitality that colored the entire program.

As we were carrying miniature Indonesian and Korean flags, a discussion of flag symbolism broke out to kill the time while waiting for other students from Sri Lanka, Brazil and Guatemala to arrive at the airport.

The Korean flag, Taegenkgi, has two contrasting elements of Eum and Yang which symbolize such cosmic forces as tranquility and activity, weakness and strength, darkness and light, male and female, while the red and white of the Indonesian flag symbolize bravery and sacredness.

Along the one-and-a-half hours bus driving from the airport to the NIEED Center in Seoul we got glimpses of city and rural life that confirmed South Korea's place as one of the "Four Asian Tigers".

Her rapid transformation into a developed country during the later half of the twentieth century has been coined as the "Miracle on the Hangang River". It has earned its place among the G20 major economies and similar to Japan and West Germany, it is rapid industrialization since the 1960s that has made South Korea one of the 10 exporters with the second highest saving rate in the developed world.

Significantly, this country has the smallest gap between rich and poor amongst high-income Asian economies.

Today South Korea is classified by the World Bank as a high income economy and capital city Seoul consistently placed among the world's ten financial and commercial cities.

At the welcome ceremony at NIEED Center, we participants felt that South Korea's motto *To broadly benefit mankind' was clearly being expressed through this international program. We learned that the main goal of the program was to foster good relations among nations and so we were expected to learn about the beauty of Korea and would become messenger of peace in our respective countries.

It was a moving reminder of South Korea's history of struggle to achieve peaceful independence, of the efforts of former president Kim Dae-Jung who received the Nobel Peace Prize in 2000 for his work on democracy and human rights. It is also in line with the ongoing efforts of the current UN Secretary-General, Ban Ki Moon, a Korean, to foster peace between the world's nations, to eliminate poverty and to bring primary education to all the world's children by 2015.

Yeungnam University, four hours driving from Seoul, was the host of the whole program which campus became our base for the following days as we attended seminars and excursion to cultural sites.

We also visited South Korea's leading university in science and technology, Postech University, and Hanyang University, one of the first to foster engineering in Korea.

Each day's events were carefully orchestrated to enable us to take part in a wide range of activities from economic seminars to walks through traditional villages and to the glorious Bulguksa Temple in Gyeongju, once the capital of the ancient Silla Kingdom.

One of my favorite activities was learning to play in the Samulnori, a Korean traditional percussion orchestra. My Balinese gamelan experience from high school came in handy and it was thrilling both to learn and to share something from my own beloved Indonesian culture. Music is at once the essence of a culture and the medium through which cultural barriers may be transcended.

While the visit to the Hyundai Motor Company with its own hospital and port facilities enabled us to see the care, innovation and efficiency that has made South Korea a giant in the motor industry, the most meaningful experience of all was being able to stay with a Korean family.

My new friend So Jeong Jung, nicknamed Jenny, is a mechanical engineering student. The extremely competitive education environment and motivated workforce are two key factors driving Korea's knowledge economy and Jenny's determination and dedication will take her far.

I loved going to see the new electric car model being developed by her faculty, and staying with her family was a privilege that I will always cherish. Jenny's parents were teachers just like my own and her grandmother made us special food just like my grandmother does.

Representing many different cultures and faculties from economics and engineering to linguistics and international communication, the Korean student ambassadors and overseas delegates shared the same youthful optimism, good humor and learning spirit of students the world over. Each of us will carry home our own special memories of this deeply rewarding program. To value ourselves and others is surely the essence of respect and the way to make life on earth more peaceful and orderly.

Putu Geniki L. Natih
Student of the Economics Department
University of Indonesia



read more

Forestry student's brainstorm in Bogor



Forestry students from 32 countries got together in Bogor, West Java, to attend the 37th International Forestry Student Symposium (IFSS) from July 27 to Aug. 9.

The 90 students gathered at the Bogor Institute of Agriculture's (IPB) campus to discuss various forestry issues and to initiate reforestation programs.

The students came from Germany, Canada, Italy, Japan, France, Finland, Australia, Hungary, the Netherlands, Sweden, as well as host Indonesia, among other places.

The coordinator of this year's symposium, Akhmad Viko Zakhary Santosa, a Gajah Mada University student, said that the event was jointly organized by his university and the IPB.

Viko said that the symposium was held annually to unite forestry students from the 48 member countries members of the International Forestry Students Association (IFSA). Last year's event was held in Bulgaria.

The meeting was aimed at generating ideas about how to sustain forests, mitigate the impacts of climate change and conserve the Earth's lungs.
The students also inspected a conservation project in Telaga village, which is part of the Kerawang industrial zone and visited a pulp and paper factory in Kerawang regency, Gunung Walat, IPB's education forest in Sukabumi, the Alas Purwo National Park in Yogyakarta and, finally, the Bogor Botanical Gardens.

"Through this international symposium we students want to deliver a message that the challenge and opportunity the Indonesian forests are now dealing with is part of the solution to the global forestry issues.

"The success of global environment preservation depends on forestry management in Indonesia where the government, industries and the people are involved," Viko said.

Julie Venne of Laval University, Canada, said that Indonesia has the world's most beautiful tropical forests and that it was lucky to have such vast areas of forests, but cautioned that they should be protected.

"I also admire the agro forestry in Telaga village," said Julie at the village.

Coordinator of the conservation project, IBG Permana, said the Telaga Village project is the work of 90 companies in the Kerawang International Industry City. Various trees for harvest are planted in a 3-hectare area of the industrial zone, which also features a model training facility for agro forestry, rice and fish cultivation.



read more

University aims to create new middle class

Jakarta's Paramadina University, in cooperation with corporate partners, is offering full scholarships to talented students as it bids to "strengthen society's middle class", says rector Anies Baswedan.

Anies told The Jakarta Post recently that with this "clear vision" in mind, the university had come up with a breakthrough program to draw outstanding students from all over the country.

"A university should serve as the place where people from all walks of life get the education they need to allow them to rise to a higher social class," he said.

Since 2008, the university has been handing out full scholarships under it's Paramadina Fellowship Program (PF) to selected students.
The money - Rp 65 million (US$6,500) for students from Jakarta and Rp 100 million for those from outside the capital - is contributed by 25 corporations and individuals, including state-owned lender Bank Negara Indonesia, tobacco giant PT Djarum, The Jakarta Post and entrepreneur Arifin Panigoro.

"Providing ways for these students to get a quality education will in turn lead them to thrive in life," Anies said.

"The idea is to create a new middle class from those of a lower social class."

Deputy rector Wijayanto said to be accepted for a scholarship, candidates were required to possess an excellent academic record, be talented and have a penchant for organizational activities.

"Our campus has become livelier, students are now more active," he said.

"They're bright and they have become leaders in their classes."

In last year's PF program, Paramadina took in 69 of 1,500 applicants. In 2009, that figure is 72 of 1,800 applicants.

The university is looking to accept 100 applicants for the 2010 academic year.

Wijayanto said it was initially difficult trying to convince corporate partners to invest in the program.

"But we came to them with a clear business plan and explained that in future they would need supplies of graduates with sharp minds and high leadership skills, and that did it," he said.

The sponsorship program then snowballed, he added, with more and more corporations and individuals wanting to take part in it.

"Indonesia has a strong philanthropic character; our people are very generous," Wijayanto said.

He added that under the PF program, donors paid the money up front, allowing the university to invest around 80 percent of it.

"For every Rp 100 million, the university can make Rp 25 million after a four-year investment," he said.

"That money then goes into our endowment fund."

Anies said the program, the first of its kind in the country, would no longer need sponsors after eight to 10 years.

"We are very open to other universities, private or public, coming to us to learn about this program and copy it," he said.

He pointed out older universities had their own source of as-yet untapped funding.

"For years on end, these universities churn out graduates who've become successful thanks to their education; it's time they pay back and donate some money for their juniors' education," Anies said.

Most importantly, he went on, universities had to have their own endowment funds to finance scholarships.

Wijayanto said he hoped with the PF program, Paramadina could produce quality graduates who could compete in the global environment.



read more