Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Konsep Dasar Kecakapan Hidup

Setelah membaca uraian pada Bab I, muncul pertanyaan apakah yang dimaksud dengan kecakapan hidup. Dan contoh yang digambarkan pada Sub bab I B: Pengalaman Hidup, dapat disimpulkan bahwa kecakapan hidup (life skill) adalah kemampuan dan keberam'an untuk menghadapi problema kehidupan, kemudian secara proaktif dan kreatif, mencari dan menemukan solusi untuk mengatasinya.
Pengertian kecakapan hidup lebih luas dari keterampilan vokasional atau keterampilan untuk bekerja. Orang yang tidak bekerja, misalnya ibu rumah tangga atau orang yang sudah pensiun, tetap memeriukan kecakapan hidup. Seperti halnya orang yang bekerja, mereka juga menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Orang yang sedang menempuh pendidikanpun memeriukan kecakapan hidup, karena mereka tentu juga memiliki permasalahannya sendiri. Bukankah dalam hidup ini, di manapun dan kapanpun, orang selalu menemui masalah yang memeriukan pemecahan?


Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua jenis utama, yaitu:
Kecakapan hidup yang bersifat generik (generic life skili/GLS), yang mencakup kecakapan personal (personal skill/PS) dan kecakapan sosial (social skitl/SS). Kecakapan personal mencakup kecakapan akan kesadaran diri atau memahami diri (self awareness) dan kecakapan berpikir (thinking skill), sedangkan kecakapan sosial mencakup kecakapan berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill).
Kecakapan hidup spesifik (specific life skill/SLS), yaitu kecakapan untuk menghadapi pekerjaan atau keadaan tertentu, yang mencakup kecakapan akademik (academic skill) atau kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional (vocational skill). Kecakapan akademik terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memeriukan pemikiran, sehingga mencakup kecakapan mengidentifikasi variabel dan hubungan antara satu dengan lainnya (identifying variables and describing relationship among them), kecakapan merumuskan hipotesis (constructing hypotheses), dan kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian (designing and implementing a research). Kecakapan vokasional terkait dengan bidang pekerjaan yang lebih memeriukan keterampilan motorik. Kecakapan vokasional mencakup kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill). Secara skematik, rincian kecakapan hidup ditunjukkan pada Gambar2



Kecakapan kesadaran diri pada dasarnya merupakan penghayatan diri sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anggota masyarakat dan warga negara, sebagai bagian dari lingkungan, serta menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal untuk meningkatkan diri sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun lingkungannya.

Dengan kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, seseorang akan terdorong untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, serta mengamalkan ajaran agama yang diyakininya. Pendidikan agama bukan dimaknai sebagai pengetahuan semata, tetapi sebagai tuntunan bertindak dan berperilaku, baik dalam hubungan antara dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya. Dengan kesadaran diri seperti itu, nilai-nilai agama dijadikan sebagai "roh" dari mata pelajaran lainnya.

Kesadaran diri menjpakan proses internalisasi dari informasi yang diterima yang pada saatnya menjadi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan diwujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu, walaupun kesadaran diri lebih merupakan sikap, namun diperiukan kecakapan untuk menginternalisasi informasi menjadi nilai-nilai dan kemudian mewujudkan menjadi perilaku keseharian. Oleh karena itu dalam naskah ini, kesadaran diri dikategorikan sebagai suatu kecakapan hidup.
Kecakapan kesadaran diri tersebut dapat dijabarkan menjadi: (1) kesadaran diri sebagai hamba Tuhan, makhluk sosial, serta makhluk lingkungan, dan (2) kesadaran akan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik fisik maupun psikologik.
Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan diharapkan mendorong yang bersangkutan untuk beribadah sesuai dengan tuntunan agama yang dianut, beriaku jujur, bekerja keras, disiplin dan amanah terhadap kepercayaan yang dipegangnya. Bukankah prinsip itu termasuk bagian dari akhlak yang diajarkan oleh semua agama? Oleh karena itu, diharapkan agar mata pelajaran Agama dan Kewarganegaraan menanamkan prinsip-prinsip seperti itu, dan bersama guru mata pelajaran lain mengimplementasikan dalam pelaksanaan kegiatan beiajar mengajardan kehidupan sehari-hari di sekolah.

Jujur, disiplin, amanah dan kerja keras tidak hanya dapat dikembangkan melalui mata pelajaran Agama dan Kewarganegaraan. Melaiui mata pelajaran Matematika atau Fisika, juga dapat dikembangkan sikap jujur, misalnya tidak boleh memalsu data praktikum atau hasil perhitungan tertentu. Disiplin terhadap waktu maupun aturan yang telah disepakati dapat dikembangkan melalui setiap mata pelajaran, misalnya kapan dan bagaimana memulai kegiatan beiajar, praktikum maupun kegiatan ekstra kurikuier. Amanah dikembangkan ketika menggunakan peralatan praktikum maupun pertengkapan sekolah lainnya. Kerja keras dapat dikembangkan dalam mengerjakan tugas-tugas, baik individual maupun kelompok.
Kesadaran diri bahwa manusia sebagai makhiuk sosial akan mendorong yang bersangkutan untuk beriaku toleran kepada sesama, suka menolong dan menghindari tindakan yang menyakiti orang lain. Bukankah memang Tuhan YME menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling menghormati dan saling membantu? Bukankah heterogenitas itu harmoni kehidupan yang seharusnya disinergikan? Nah, jika sikap itu bersumber dari kesadaran diri, maka pengawasan dari pihak lain menjadi tidak lagi penting, karena setiap orang akan mengontrol dirinya sendiri.

Kesadaran diri sebagai makhiuk lingkungan merupakan kesadaran bahwa manusia diciptakan Tuhan YME sebagai kholifah di muka bumi dengan amanah memeriihara lingkungan. Dengan kesadaran itu, pemeliharaan lingkungan bukan sebagai beban, tetapi sebagai kewajiban ibadah kepada Tuhan VMF sohingga set;/:ip orang akar terdorong u ituk moiaksanakan.

Kesadaran diri akan potensi yang dikaruniakan Tuhan kepada kita sebenarnya merupakan bentuk syukur kepada Tuhan. Dengan kesadaran itu, siswa akan terdorong untuk menggali, memelihara, mengembangkan dan memanfaatkan potensi yang dikaruniakan oleh Tuhan, baik berupa fisik maupun psikologik. Oleh karena itu, sejak dini siswa perlu diajak mengenal apa kelebihan dan kekurangan yang dimiliki (sebagai karunia Tuhan) dan kemudian mengoptimalkan kelebihan yang dimiliki dan memperbaiki kekurangannya. Jika siswa menyadari memiliki potensi olahraga, diharapkan akan terdorong untuk mengembangkan potensi tersebut menjadi olahragawan yang berprestasi. Demikian pula untuk potensi jenis lainnya.

Wali kelas, guru Bimbingan Konseling, guru Bimbingan Karier, bahkan semua guru periu dan dapat berperan dalam mendorong siswa mengenal potensi yang dimiliki dan mengoptimalkan menjadi prestasi beiajar.
Kesadaran tentang pemeliharaan potensi diri (jasmani dan rokhani) diharapkan mendorong untuk memelihara jasmani dan rokhaninya, karena keduanya merupakan karunia Tuhan yang harus disyukuri. Oleh karena itu, menjaga kebersihan, kesehatan, baik jasmani maupun rokhani, merupakan bentuk syukur kepada Tuhan, yang harus dilakukan. Berbagai mata pelajaran dapat menjadi wahana pengembangan kesadaran diri seperti itu, misalnya Biologi dan Olahraga dapat menjadi wahana yang sangat bagus untuk kesadaran memelihara jasmani, sedangkan Agama, Kewarganegaraan, Sastra dapat menjadi wahana pemeliharaan rokhani.
Sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, potensi yang dikaruniakan kepada kita harus dikembangkan, sehingga setiap orang harus mengembangkan potensi yang dikaruniakan-Nya. Pengembangan potensi dilakukan dengan mengasah atau melatih potensi itu. Dan itu berarti setiap orang harus terus menerus belajar. Dengan demikian prinsip life long education didorongkan kepada siswa, sebagai perwujudan syukur kepada Tuhan YME. Jadi belajar terus menerus sepanjang hayat merupakan bentuk syukur kepada Tuhan yang harus dilakukan oleh setiap orang.
Jika kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan, sebagai makhluk sosial dan makhluk lingkungan, serta kesadaran akan potensi diri dapat dikembangkan akan mampu menumbuhkan kepercayaan diri pada anak didik, karena mengetahui potensi yang dimiliki, sekaligus toleransi kepada sesama teman yang mungkin saja memiliki potensi yang berbeda.
Kecakapan kesadaran diri, sebagaimana dijelaskan di atas, kini semakin penting, karena salah satu problem bangsa ini adalah "rusaknya" moral. Para ahli menyebut, masyarakat kita sedang dijangkiti "penyakit me first', yang selalu memikirkan keuntungan diri di urutan paling depan. Melalui penekanan kesadaran diri dalam pendidikan yang diaplikasikan melalui semua mata pelajaran, diharapkan secara bertahap moral bangsa dapat diperbaiki.
Pendidikan untuk mengembangkan kesadaran diri seringkali disebut sebagai pendidikan karakter, karena kesadaran diri akan membentuk karakter seseorang. Karakter itulah yang pada saatnya terwujudkan menjadi perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu banyak ahli yang menganjurkan penumbuhan kesadaran diri ini yang periu dikembangkan sejak usia dini dan diupayakan menjadi kehidupan keseharian di rumah maupun di sekolah, Kecakapan berpikir pada dasarnya merupakan kecakapan menggunakan pikiran/rasio kita secara optimal. Kecakapan berpikir mencakup antara lain kecakapan menggali dan menemukan informasi (information searching), kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas (information processing and decision making skills), serta kecakapan memecahkan masalah secara arif dan kreatif (creative problem solving skill).

Kecakapan menggali dan menemukan informasi memeriukan kecakapan dasar, yaitu membaca, menghitung dan melakukan observasi. Oleh karena itu, anak belajar membaca bukan sekedar "membunyikan huruf dan kalimaf, tetapi mengerti maknanya, sehingga yang bersangkutan dapat mengerti informasi apa yang terkandung dalam bacaan tersebut.

Siswa yang berlajar berhitung, hendaknya bukan sekedar belajar secara mekanistik menerapkan kalkulasi angka dan bangun, tetapi mengartikan apa informasi yang diperoleh dari kalkulasi itu. Oleri karena itu kontekstualisasi Matematika atau mata pelajaran lainnya menjadi sangat penting, agar siswa mengerti makna dari apa yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, sebagai suatu informasi.
Kecakapan meiakukan observasi sangat penting dalam upaya menggafi informasi. Observasi dapat dilakukan melalui pengamatan fenomena alam lingkungan, melalui berbagai kejadian sehari-hari, peristiwa yang teramati langsung maupun dari berbagai media cetak dan elektronik, tenmasuk internet. Seringkali kita melihat banyak hal, tetapi apa yang kita lihat tidak menjadi informasi yang bermakna, karena kita sekedar melihat dan tidak memaknai apa yang kita lihat. Melihat dengan cermat dan memaknai apa yang dilihat itulah yang disebut observasi. Kata-kata bijak: "siapa yang menguasai informasi akan memenangkan suatu kornpetisi" periu dikembangkan dalam pendidikan.


Agar informasi yang terkumpul febih bermakna harus diolah. Hasil olahan itulah yang sebenarnya dibutuhkan oleh manusia. Oleh karena itu, kecakapan berpikir tahap berikutnya adalah kecakapan mengoiah informasi. Mengolah informasi artinya memproses informasi tersebut menjadi simpulan. Sebagai contoh, jika kita memiliki banyak informasi tentang harga buku yang sedang kita can, kita harus mengolahnya menjadi simpulan buku di toko mana yang paling murah, yang mutunya paling baik, yang mudah dicapai dari tempat tinggal, dan sebagainya.


Untuk dapat mengolah suatu informasi diperlukan kemampuan membandingkan, membuat perhitungan tertentu, membuat analogi, sampai membuat analisis sesuai dengan informasi yang diolah maupun tingkatan simpulan yang diharapkan. Oleh karena itu kemampuan-kemampuan tersebut penting untuk dikembangkan melalui mata pelajaran yang sesuai. Melalui mata pelajaran Biologi, siswa dapat mengolah informasi tentang buah-buahan, sehingga siswa dapat menyimpulkan buah apa yang kandungan vitaminnya banyak, harganya relatif murah dan mudah didapat. Dengan prinsip serupa, mata pelajaran lainnya juga dapat mengembangkan kecakapan informasi.


Jika informasi telah diolah menjadi suatu simpulan, maka tahap berikutnya orang harus mengambil keputusan berdasarkan simpulan-simpulan tersebut. Fakta menunjukkan seringkali orang takut mengambil keputusan karena takut menghadapi risiko yang muncul, pada hal informasi untuk dasar pengambilan keputusan telah tersedia.


Dalam kehidupan sehari-hari, betapapun kecilnya, kita selalu dituntut untuk mengambil keputusan. Misalnya siswa harus mengambil keputusan untuk membeli buku atau memfotocopi buku teman. Ibu rumah tangga harus mengambil keputusan memasak apa untuk hari minggu. Ketika seseorang menjadi pimpinan, baik organisasi formal maupun tidak formal, maka salah satu tugas pokoknya adalah membuat keputusan. Oleh karena itu, siswa perlu belajar mengambil keputusan dan belajar mengelola risiko, melalui simpulan-simpulan analisis informasi.


Sebagaimana disebutkan di bagian pendahuluan, setiap saat orang menghadapi masalah yang harus dipecahkan. Pemecahan masalah yang baik tentu berdasarkan informasi yang cukup dan telah diolah dan dipadukan dengan hal-hal lain yang terkait. Pemecahan masalah memerlukan kreativitas dan kearifan. Kreativitas untuk menemukan pemecahkan yang efektif dan efisien, sedangkan kearifan diperlukan karena pemecahkan harus selalu memperhatikan kepentingan berbagai pihak dan lingkungan sekitamya. Oleh karena itu sejak dini, siswa perlu belajar memecahkan masalah, sesuai dengan tingkat berpikirnya.


Untuk memecahkan masalah memang dituntut kemampuan berpikir rasional, berpikir kreatif, berpikir alternatif, berpikir sistem, berpikir lateral dan sebagainya. Oleh karena itu, pola berpikir tersebut perlu dikembangkan di sekolah dan kemudian diaplikasikan dalam bentuk pemecahan masalah. Model pembelajaran pemecahan masalah (problem based instruction) dapat diterapkan untuk maksud tersebut.


Kecakapan sosial atau kecakapan antar-personai {inter�personal skills) mencakup antara lain kecakapan komunikasi dengan empati (communication skill) dan kecakapan bekerjasama (collaboration skill). Empati, sikap penuh pengertian dan sent komunikasi dua arah perlu ditekankan karena yang dimaksud berkomunikasi di sini bukan sekedar menyampaikan pesan, tetapi isi pesannya sampai dan disertat dengan kesan baik yang dapat menumbuhkan hubungan harmonis.


Komunikasi dapat melaiui lisan atau tulisan. Untuk komunikasi lisan, kemampuan mendengarkan dan menyampaikan gagasan secara lisan perlu dikembangkan. Kecakapan mendengarkan dengan empati akan membuat orang mampu memahami isi pembicaraan orang lain, sementara lawan bicara merasa diperhatikan dan dihargai. Kecakapan menyampaikan gagasan dengan empati, akan membuat orang dapat menyampaikan gagasan dengan jelas dan dengan kata-kata santun, sehingga pesannya sampai dan lawan bicara merasa dihargai. Dalam tahapan lebih tinggi, kecakapan menyampaikan gagasan juga mencakup kemampuan meyakinkan orang lain.


Fakta menunjukkan melakukan komunikasi lisan dengan empati temyata tidak mudah. Seringkali orang tidak dapat menerima pendapat lawan bicaranya, bukan karena isi atau gagasannya tetapi karena penyampaiannya tidak jelas atau karena cara menyampaikannya tidak berkenan. Orang tidak senang berkomunikasi dengan kita, karena kita tidak menunjukkan sebagai pendengar yang berempati. Oleh karena itu, berkomunikasi lisan perlu dikembangkan sejak dini. Kecakapan memilih kata dan kalimat yang mudah dimengerti oleh lawan bicara dan bersikap sopan serta menunjukkan perhatian kepada lawan bicara sangat penting dan oleh karena itu perlu ditumbuhkan dalam pendidikan.


Komunikasi secara tertulis kini sudah menjadi kebutuhan hidup. Oleh karena itu, setiap orang perlu memiliki kecakapan membaca dan menuliskan gagasannya secara baik. Kecakapan menuangkan gagasan melaiui tulisan yang mudah difahami orang lain dan membuat pembaca merasa dihargai, perlu dikembangkan pada siswa.


Menyampaikan gagasan, baik secara lisan maupun tertulis, juga memerlukan keberanian. Keberanian seperti itu banyak dipengaruhi oleh keyakinan diri dalam aspek kesadaran diri. Oleh karena itu, perpaduan antara keyakinan diri dan kemampuan berkomunikasi akan menjadi modal berharga bagi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain.


Menuliskan gagasan dan menyampaikan gagasan secara lisan, tidak semata-mata tugas mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, tetapi juga mata pelajaran lain, misalnya melaiui tulisan atau presentasi hasil observasi, hasil praktikum, dan sebagainya. Mata pelajaran Fisika, Matematika, Geografi dan lainnya juga dapat menjadi sarana pengembangan kecakapan komunikasi, misalnya melaiui diskusi, presentasi hasi! praktikum, dan menuliskan laporan hasil praktikum atau kerja lapangan. Melaiui kegiatan seperti itu, kecakapan menjadi pendengar yang berempati, menjadi pembicara yang santun, dan menjadi penulis yang baik dapat dipupuk.


Pada era iptek ini, komunikasi sudah banyak menggunakan teknologi, misalnya telepon, internet, tele-conference dan sebagainya. Oleh karena itu dalam kecakapan komunikasi juga tercakup kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan teknologi. Kecakapan bekerjasama sangat diperiukan karena sebagai makhfuk sosial, dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu bekerjasama dengan manusia lain. Kerjasama bukan sekedar "kerja bersama" tetapi kerjasama yang disertai dengan saling pengertian, saling menghargai dan sating membantu. Studi mutakhir menunjukkan kemampuan kerjasama seperti itu sangat diperiukan untuk membangun semangat komunalitas yang harmonis.


Kecakapan kerjasama tidak hanya antar teman kerja yang "setingkaf tetapi juga dengan atasan dan bawahan. Dengan rekan kerja yang setingkat, kecakapan kerjasama akan menjadikan seseorang sebagai teman kerja yang terpercaya dan menyenangkan. Dengan atasan, kecakapan kerjasama akan menjadikan seseorang sebagai staf yang terpercaya, sedangkan dengan bawahan akan menjadikan seseorang sebagai pimpinan tim kerja yang berempati kepada bawahan.


Seorang akan menjadi rekan kerja yang menyenangkan, jika mau "mengambil tanggung jawab" (take responsibility) dari tugasnya, menghargai pekerjaan orang lain dan ringan tangan membantu teman yang memerlukan. Seseorang akan menjadi staf yang terpercaya, jika mampu menunjukkan tanggung jawab, dedikasi, kemampuan, inisiatif dan kreativrtas kerja sesuai dengan tugas yang diberikan. Seseorang akan menjadi pimpinan tim kerja yang menyenangkan jika memiliki kecakapan membimbing bawahan dan memperhatikan kesulitan yang dialami dengan penuh empati, serta dapat menyelesaikan konflik secara bijak.


Kecakapan kerjasama tidak hanya dapat dikembangkan lewat mata pelajaran Kewarganegaraan atau Agama, tetapi dapat melalui semua mata pelajaran. Melalui mata pelajaran Ekonomi, kerjasama dapat dikembangkan dalam mengerjakan tugas kelompok, karyawisata, maupun bentuk kegiatan lainnya.


Dua kecakapan hidup generik yang diuraikan di atas (kecakapan personal dan kecakapan sosial) diperiukan oleh siapapun, baik mereka yang bekerja, mereka yang tidak bekerja dan mereka yang sedang menempuh pendidikan. Kecakapan hidup generik berfungsi sebagai landasan untuk belajar lebih lanjut (learning how to learn) dan bersifat transferable, sehingga memungkinkan digunakan untuk mempelajari kecakapan-kecakapan lainnya. Oleh karena itu beberapa ahli menyebutnya sebagai kecakapan dasar dalam belajar (basic learning skill).


Kecakapan hidup yang bersifat spesifik (specific life skiil/SLS) diperiukan seseorang untuk menghadapi problema bidang khusus tertentu. Untuk mengatasi problema "mobil yang mogok" tentu diperiukan kecakapan khusus tentang mesin mobil. Untuk memecahkan masalah dagangan yang tidak laku, tentu diperiukan kecakapan pemasaran. Untuk mampu melakukan pengembangan biologi molekuler tentunya diperiukan keahlian di bidang bio-teknologi. Kecakapan hidup spesifik biasanya terkait dengan bidang pekerjaan (occupational), atau bidang kejuruan (vocational) yang ditekuni atau akan dimasuki. Kecakapan hidup seperti itu kadang-kadang juga dtsebut dengan kompetensi teknis {technical competencies) dan itu sangat bervariasi, tergantung kepada bidang kejuruan dan pekerjaan yang akan ditekuni. Namun demikian masih ada, kecakapan yang bersifat umum, yaitu bersikap dan beiiaku produktif (to be a productive people). Artinya, apapun bidang kejuruan atau pekerjaan yang dipeiajari, bersikap dan berperilaku produktif harus dikembangkan.


Bidang pekerjaan biasanya dibedakan menjadi pekerjaan yang lebih menekankan pada keterampilan manual dan bidang pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir. Terkait dengan itu, pendidikan kecakapan hidup yang bersifat spesifik juga dapat dipilah menjadi kecakapan akademik (academic skill) dan kecakapan vokasional (vocational skill).

Kecakapan akademik (academic skill/AS) yang seringkali juga disebut kecakapan intetektual atau kemampuan berpikir ifmiah pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecakapan berpikir pada GLS. Jika kecakapan berpikir pada GLS masih bersifat umum, kecakapan akademik sudah lebih mengarah kepada kegiatan yang bersifat akademik/keilmuan. Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan yang ditangani memang lebih memerlukan kecakapan berpikir ilmiah.


Kecakapan akademik mencakup antara lain kecakapan metakukan identifikasi variabel dan menjelaskan hubungannya pada suatu fenomena tertentu (identifying variables and describing relationship among them), merumuskan hipotesis terhadap suatu rangkaian kejadian (constructing hypotheses), serta merancang dan melaksanakan penelitian untuk membuktikan suatu gagasan atau keingintahuan (designing and implementing a research).


Kata penelitian dan aspek-aspek kecakapan akademik di atas, tidak hanya mencakup penelitian ekspenmental atau penelitian untuk membuktikan suatu hipotesis, tetapi juga penelitian bentuk lainnya, misalnya rancang bangun. Bukankah dalam rancang bangun, seseorang sebenamya juga melakukan hipotetik-hipotetik atau bahkan kreasi tertentu yang kemudian dituangkan dalam bentuk rancangan, yang diyakini paling sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dan tentu saja, kreasi ataupun rancangan tersebut, telah mempertimbangkan berbagai faktor/variabel yang terkait Jadi secara esensi, proses rancang bangun juga melalui tahapan-tahapann yang mirip dengan penetitian.


Sebagai kecakapan hidup yang spesifik, kecakapan akademik penting bagi orang-orang yang akan menekuni pekerjaan yang menekankan pada kecakapan berpikir. Oleh karena itu kecakapan akademik lebih cocok untuk jenjang SMA dan program akademik di universitas.

Namun perlu diingat, para ahli meramalkan di masa depan akan semakin banyak orang yang bekerja dengan profesi yang terkait dengan mind worker dan bagi mereka itu belajar melalui penelitian (learning through research) menjadi kebutuhan sehari-hari. Tentu riset dalam arti luas, sesuai dengan bidangnya.


Pengembangan kecakapan akademik yang disebutkan di atas, tentu disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa dan jenjang pendidikan. Namun perlu disadari bahwa kecakapan itu dapat dikembangkan meialui berbagai mata pelajaran/mata kuliah di berbagai jenjang pendidikan. Melalui mata pelajaran Ekonomi, siswa dapat belajar mengidentifikasi variabel apa saja yang mempengaruhi harga gabah, kemudian mempelajari hubungan antar variabel tersebut, merumuskan hipotesis, merancang penelitian untuk membuktikan, bahkan sampai melaksanakannya, sesuai dengan tingkatan berpikimya. Melalui pelajaran Kewarganegaraan, siswa dapat belajar mengidentifikasi variabel yang menyebabkan terjadinya tawuran antar siswa, mempelajari hubungan antara variabel-variabel tersebut dan mencari solusi mengatasinya dengan merumuskan hipotesis-hipotesis, jika salah satu atau beberapa variabel diberi periakuan.


Tentu saja harus disadari bahwa tidak semua aspek dalam kecakapan akademik dapat dan perlu dilaksanakan dalam suatu pembelajaran. Mungkin saja hanya sampai identifikasi variabel dan mempelajari hubungan antar variabel tersebut. Mungkin juga sampai merumuskan hipotesis dan bahkan ada yang dapat sampai mencoba melakukan penelitian, sesuai dengan tingkat pendidikannya.


Pola seperti itu oleh para ahli disebut pola belajar dengan cara meniru bagaimana ahli (ilmuwan) bekerja. Pola ini sangat penting bagi siswa atau mahasiswa yang akan menekuni pekerjaan yang mengandalkan kecakapan berpikir, karena pola pikir seperti itulah yang nantinya digunakan dalam bekerja.


Kecakapan vokasional (vocational skiflA/S) seringkali disebut pula dengan "kecakapan kejuruan", artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat. Kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa yang akan menekuni pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan psikomotor dari pada kecakapan berpikir ilmiah. Oleh karena itu, kecakapan vokasional lebih cocok bagi siswa SMK, kursus keterampilan atau program diploma.


Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu: kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational skill) yang
sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu. Kecakapan dasar vokasional mencakup antara melakukan gerak dasar, menggunakan alat sederhana diperiukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual (misalnya palu, obeng dan tang), dan kecakapan membaca gambar sederhana. Di samping itu, kecakapan vokasional dasar mencakup aspek sikap taat asas, presisi, akurasi dan tepat waktu yang mengarah pada perilaku produktif.

Kecakapan vokasional khusus, hanya diperiukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai. Misalnya menservis mobil bagi yang menekuni pekerjaan di bidang otomotif, meracik bumbu bagi yang menekuni pekerjaan di bidang tata boga, dan sebagainya. Namun demikian, sebenarnya terdapat satu prinsip dasar dalam kecakapan vokasional, yaitu menghasilkan barang atau menghasilkan jasa. Kecakapan akademik dan kecakapan vokasional sebenarnya hanyalah penekanan. Bidang pekerjaan yang menekankan keterampilan manual, dalam batas tertentu juga memerlukan kecakapan akademik. Demikian sebaliknya, bidang pekerjaan yang menekankan kecakapan akademik, dalam batas tertentu juga memerlukan kecakapan vokasional. Bahkan antara GLS, AS dan VS terjadi saling terkait dan tumpang tindih. Pada Gambar 3 terlihat tumpang tindih itu. Bagian tumpang tindih antara GLS dengan AS, seringkali disebut kecakapan akademik dasar (basic academic skill), bagian tumpang tindih antara GLS dan VS sering disebut dengan kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill), dan tumpang tindih antara AS dan VS sering disebut dengan kecakapan



Vokasional berbasis akademik (science based vocational skill). Juga perlu disadari bahwa di alam kehidupan nyata, antara generic life skill (GLS) dan specific life skill (SLS) yaitu antara kecakapan kesadaran diri) kecakapan berpikir, kecakapan sosial, dan kecakapan akademik serta kecakapan vokasional tidak berfungsi secara terpisah-pisah secara eksklusif. Tentu saja bobot setiap aspek kecakapan hidup dalam suatu tindakan agar bergantung pada jenis tindakan dan situasinya, tetapi semuanya (dengan bobot yang berbeda-beda) diharapkan akan melebur menjadi suatu perilaku yang bersangkutan. Peleburan kecakapan-kecakapan tersebut menyatu menjadi sebuah tindakan individu yang melibatkan aspek fisik, mental, emosional, intelektual, dan spiritual. Derajat kualitas tindakan individu dalam banyak hal dipengaruhi oleh kualitas kematangan berbagai aspek pendukung tersebut di atas. Berbagai studi menunjukkan kematangan seperti itu menjadi kunci kesuksesan seseorang.


Dalam menghadapi kehidupan di masyarakat juga akan selalu diperlukan GLS dan SLS yang sesuai dengan masalahnya. Untuk mengatasi masalah mobil yang sedang mogok diperlukan VS (bagian dari SLS), khususnya tentang mesin mobil dan juga GLS, khususnya tentang berpikir rasional, menganalisis dan memecahkan masalah secara kreatif. Dengan kata lain, walaupun antara kecakapan-kecakapan hidup tersebut dapat dipilah, tetapi dalam penggunaannya akan selalu bersama-sama dan saling menunjang. Jadi, walaupun dapat dipilah menjadi berbagai aspek, kecakapan hidup merupakan satu keutuhan dan setiap aktivitas memerlukan semua kecakapan, walupun intensitasnya berbeda-beda.

Seperti yang tampak pada Gambar 3, ada jenis pekerjaan tertentu, misalnya tukang kayu, mungkin memerlukan kecakapan vokasional yang besar, sebaliknya kecakapan akademik tidak ada dan hanya diperlukan kecakapan akademik dasar saja. Sebaliknya, seorang peneliti bidang IPA mungkin hanya memerlukan kecakapan vokasional dasar saja, sedang yang lebih dominan adalah kecakapan akademik. Tentu kedua jenis pekerjaan tersebut tetap memertukan kecakapan generik.


Bangsa Indonesia yang merupakan bagian integral dari masyarakat dunia yang memiliki nilai religius, maka kecakapan hidup yang bersifat generik (GLS) di atas masih harus diberi penekanan, yaitu akhlaq. Artinya, kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik serta kecakapan vokasional harus dijiwai oleh akhlak mulia. Akhlak harus menjadi kendali dari setiap tindakan seseorang. Karena itu, kesadaran diri sebagai makhluk Tuhan harus mampu mengembangkan akhlak mulia tersebut. Akhlak mulia itu diharapkan dapat mengendalikan segala perilaku seseorang. Di sinilah pentingnya pembentukan jati-diri dan kepribadian (character building) guna menumbuhkembangkan penghayatan nilai-nilai etika-sosio-religius yang merupakan bagian integral dari pendidikan di semua jenis dan jenjang.


Pendeskripsian kecakapan hidup sebagaimana dijelaskan di atas disebut pendeskripsian berdasarkan fungsi kecakapan dalam kehidupan manusia. Di samping itu masih ada pendeskripsian dari sudut pandang lain, misalnya yang memilah kecakapan hidup menjadi kecakapan dasar dan kecakapan instrumental. Juga ada yang membagi kecakapan hidup menjadi kecakapan komunikasi, manajemen diri, sosial, vokasional dan akademik terapan. Ada juga yang menyatakan kecakapan hidup mencakup kecakapan komunikasi, kecakapan mengambil keputusan, kecakapan inter-personal dan kecakapan belajar sepanjang hayat. Namun jika dicermati isi masing-masing aspek, akan tampak bahwa banyak persamaannya. Perbedaan pemilahan itu karena sudut pandang dan penekanan yang berbeda, sehingga dapat difahami sebagai suatu kewajaran.


Di era global, kecakapan hidup yang diuraikan di atas semakin mendesak untuk dikembangkan. Berbagai studi menunjukkan di era global, setiap orang dituntut mampu berpikir dan belajar dengan cepat, fleksibel, bersikap produktif, mampu meningkatkan mutu secara terus menerus, serta mampu melakukan komunikasi yang efektif dengan orang dari berbagai latar belakang budaya (Apeid, 1993; Kerka, 1993; Clawon & Jordan, 2001. Bukankah kemampuan itu merupakan bentuk lain dari kecakapan hidup yang diuraikan di atas?


Hubungan Antara Kehidupan nyata, Kecakapan hidup dan Mata pelajaran
Mungkin akan muncul pertanyaan, lantas bagaimana hubungan antara kehidupan nyata dengan mata pelajaran? Di sekolah diajarkan berupa mata pelajaran/mata diklat, dan ujiannya juga berupa ujian mata pelajaran/mata diklat.


Gambar 4. menunjukkan skema hubungan antara kenyataan hidup, kecakapan hidup dan mata pelajaran. Anak panah dengan garis patah-patah menunjukkan alur rekayasa kurikulum, yang meliputi beberapa tahap. Pada tahap awal, dilakukan identifikasi kecakapan hidup yang diperlukan untuk menghadapi kehidupan nyata di masyarakat, khususnya yang sesuai dengan jenis dan jenjang pendidikan yang dirancang kurikulumnya. Kecakapan hidup secara utuh yang diperlukan oleh lulusan itu paralel dengan kompetensi lulusan. Identifikasi itu dilakukan dengan mengamati dan mempredikasi pola kehidupan masyarakat, baik pada saat ini maupun prediksi di masa datang. Dari kecakapan hidup yang teridentifikasi, kemudian diidentifikasi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang mendukung pembentukan kecakapan hidup tersebut. Pengetahuan, keterampilan dan sikap itulah yang selanjutnya diramu menjadi mata pelajaran/mata kuliah/mata diklat.


Dalam proses pembelajaran, mata pelajaran itu harus dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa, sehingga dapat membentuk kecakapan hidup yang sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Kecakapan hidup itulah yang nantinya digunakan oleh anak didik memasuki kehidupan nyata di masyarakat. Pada Gambar 4, alur tersebut ditunjukkan dengan anak panah dengan garis solid.



Dari pemahaman tersebut, sekali lagi mata pelajaran atau mata diklat adalah "alat", sedangkan yang ingin dicapai adalah pembentukan kecakapan hidup. Kecakapan hidup itulah yang diperiukan pada saat seseorang sebagai suatu kompetensi guna memasuki kehidupan sebagai individu yang mandiri, anggota masyarakat dan warga negara. Oleh karena itu tujuan utama belajar suatu mata pelajaran adalah untuk mencapai kompetensi yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap dan diwujudkan dalam perilaku tertentu. Perilaku itu yang diharapkan merupakan bagian dari perilaku secara utuh, yaitu kecakapan hidup.


Sebagai contoh, mempelajari Matematika bukan sekedar untuk pandai Matematika, tetapi juga agar seseorang memiliki kompetensi dalam memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari, membaca data, menganalisis data, mempelajari ilmu lain, dan seterusnya. Demikian pula mata pelajaran bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, bukan sekedar faham bahasanya, tetapi mampu menggunakannya untuk bernalar, mengungkapkan dan menyampaikan buah pikiran dalam bentuk komunikasi yang efektif. Begitu pula halnya dengan mata pelajaran/mata diklat Pendidikan Kewarganegaraan, bukan sekedar untuk memahami prinsip dan aturan kewarganegaraan, tetapi lebih dari itu, yaitu agar peserta didik mampu menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata bijak: "Kita sekolah untuk belajar kehidupan dan bukan sekedar untuk mata pelajaran", kiranya periu diperhatikan.


Inovasi pendidikan di negara maju kini juga mengarah kepada pengembangan kecakapan hidup. Model pembelajaran terpadu (integrated learning) dan pembelajaran kontekstual [contextual teaching and iearning/CTL) merupakan model pembelajaran yang mengarah pada pengembangan kecakapan hidup (Blanchard, 2001; University of Washington, 2001). Model pendidikan realistik [realistic education) yang kini sedang berkembang, juga merupakan upaya mengatur agar pendidikan sesuai dengan kebutuhan nyata peserta didik, agar hasilnya dapat diterapkan guna memecahkan dan mengatasi problema hidup yang dihadapi.


Pada model-model pembelajaran tersebut, mata pelajaran/mata diklat diintegrasikan satu dengan yang lain, agar sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat. Pembelajaran dikaitkan dengan konteks kehidupan peserta didik, agar memungkinkan mereka belajar menerapkan isi mata pelajaran/mata diklat dalam pemecahan problema yang di hadapi dalam kehidupan keseharian. Walaupun dengan istilah berbeda, kecakapan hidup juga sedang dikembangkan di negara maju.


Periu diperhatikan pula mengenai evaluasi hasil belajar. Pembelajaran yang berorientasi pada pembekalan kecakapan hidup dengan pembelajaran kontekstual memerlukan model evaluasi otentik (authentic evaluation), yaitu evaluasi dalam bentuk perilaku peserta didik dalam menerapkan apa yang dipelajarinya (Matematika, bahasa Indonesia, dan sebagainya) dalam kehidupan nyata. Paling tidak, dalam bentuk evaluasi simulasi (shadow authentic evaluation), yaitu dalam bentuk pemberian tugas proyek/kegiatan untuk merencanakan masalah yang memang terjad? di masyarakat (University of Washington, 2001). Pada tahap tertentu, evaluasi ciapat rnenggunakan poia yang lebih komprehensif, yaitu memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, yang disesuaikan dengan tingkat berpikir dan jenjang pendidikan peserta didik. Itulah yang kini sering disebut sebagai problem based authentic evaluation. Misalnya siswa SMP/MTs diminta merancang pengaturan lalu lintas di depan sekolah, agar tidak macet saat siswa datang dan pulang. Siswa SMA/SMK/MA diminta merancang menu di kantin sekolah, yang gizinya baik, harganya murah dan sesuai dengan selera remaja. Siswa SD/MI diminta memelihara kebersihan kelas, sehingga kelas selalu bersih dan semua anak merasa bertanggungjawab atas kebersihan tersebut.



Pendidikan Berbasis Luas (Broad-based Education)
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang demikian pesat mengakibatkan inovasi pengetahuan begitu melimpah. Begitu banyaknya pengetahuan baru, sehingga beberapa ahli menyatakan orang tidak akan mampu mempelajari seluruhnya, walaupun dilakukan sepanjang hidupnya. Hal itu membawa konsekuensi dalam bidang pendidikan. Pendidikan tidak lagi dapat mengharapkan peserta didik untuk mempelajari seluruh pengetahuan. Karena itu harus dipilih bagian-bagian esensial dan menjadi fondasinya.

Perkembangan iptek yang cepat membuat pengetahuan yang saat ini dianggap mutakhir (up to date), seringkali sudah menjadi usang setelah peserta didik lulus. Oleh karena itu dalam pendidikan, proses belajar (learning how to learn) menjadi penting, di samping hasil belajar. Mengapa? Dengan modal learning how to learn, mereka akan dapat mempelajari pengetahuan baru.


Di lain pihak, masyarakat Indonesia sangat majemuk. Ada yang sangat metropolis dan mendorong anaknya menempuh pendidikan setinggi-tingginya bahkan mengirimkan ke luar negeri, tetapi juga banyak yang menyekolahkan anak sekedar dapat membaca-menulis, karena setelah itu sang anak akan segera bekerja membantu orangtuanya. Ada masyarakat yang tinggal di kota dan sudah menikmati "kehidupan era informasi", memiliki berbagai fasilitas berteknologi tinggi, tetapi juga masih ada masyarakat yang tinggal di pedesaan yang relatif belum memiliki akses informasi. Ada masyarakat yang berorientasi industri dengan teknologi tinggi, sementara juga ada masyarakat agraris bahkan masih sangat sederhana. Nan, pendidikan harus dapat melayani semua lapisan masyarakat, dengan kondisi sangat majemuk tersebut. Pendidikan tidak dapat diorientasikan ke sebagian kecil masyarakat, misalnya yang sudah maju saja, dan melupakan lainnya yang mungkin jumlahnya juga cukup besar. Pendek kata masyarakat yang dilandaskan kepada kebutuhan masyarakat luas.


Pemahaman itulah yang mendasari konsep Pendidikan Berbasis Luas (Broad Based Education) (PBUBBE), yaitu pendidikan yang mendasarkan pada kebutuhan masyarakat secara luas dengan berbagai karateristik, dan menekankan pada penguasaan kecakapan hidup ebagai pondasi pengembangan diri lebih lanjut.


Dengan konsep pendidikan berbasis luas, seharusnya pendidikan selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik, karena kecuali yang akan menjadi ilmuwan, sebagian besar peserta didik lebih memeriukan aplikasi ilmu pengetahuan untuk memahami sekaligus memecahkan problema kehidupan keseharian. Dengan demikian konsep pendidikan berbasis luas berlaku di seluruh jenjang pendidikan, khususnya di jalur pendidikan persekolahan.


Melaiui pendidikan berbasis luas, fleksibilitas pendidikan periu dikembangkan. Kondisi masyarakat yang heterogen, mobilitas orang yang semakin dinamis, serta perkembangan iptek yang semakin cepat, akan menyebabkan peserta didik memeriukan tambahan bekal dari luar jalur dan jenis pendidikan yang diikuti bahkan "bergeser" ke jalur dan jenis pendidikan lain. Juga sangat mungkin, karena berbagai hal, peserta didik terpaksa berhenti dan ternyata suatu saat ingin masuk kembali. Oleh karena itu dalam konsep PBL, pendidikan harus menerapkan fleksibilitas, permeabilitas dan multi entry-exit.

Prinsip fleksibilitas-permeabilitas-multi entry-exit, memberi peluang peserta didik pindah dari satu jalur atau jenis pendidikan ke jalur atau jenis lainnya. Misalnya siswa SMA/MA dimungkinkan pindah ke SMK atau sebaliknya, dengan meperhitungkan kompetensi relevan yang telah dimiliki. Juga memberi peluang siswa suatu sekolah mengambil mata pelajaran/mata diklat/kursus ke lembaga lain, dan itu diekivalensi dengan mata pelajaran di sekolahnya. Juga terdapat peluang siswa yang oleh suatu sebab tertentu berhenti sekolah dan kemudian masuk kembali setelah keadaan memungkinkan.


Tentu saja prinsip tersebut di atas diikuti dengan aturan yang rasional dan jelas, sehingga dapat menjadi pedoman pelaksanaannya. Prinsip tersebut juga menuntut adminsitrasi dan manajemen sekolah yang bagus.
Hubungan antara PKH, BBE, KBK dan MBS
Pada saat ini terdapat beberapa istilah yang periu diklarifikasi hubungannya antara satu dengan lainnya, khususnya antara PKH, PBL, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS periu diklarifikasi keterkaitannya, karena UU no. 25/2000, yang menyebutkan bahwa MBS merupakan pola pembinaan sekolah.

Penjelasan yang relatif mudah difahami, bahwa PBL adalah paradigma pendidikan, PKH adalah roh atau substansi pendidikannya, kurikulum adalah terjemahan paradigma dan roh tersebut, sedangkan MBS adalah pola manajemen untuk mengimplementasikannya di sekolah (Suryadi, 2001). Dengan landasan paradigma berpikir bahwa pendidikan harus diorientasikan untuk melayani masyarakat luas, dengan kebutuhan yang sangat heterogen (prinsip PBL), maka pendidikan dikembalikan ke prinsip dasarnya, yaitu membantu peserta didik untuk menyiapkan diri agar mampu dan berani menghadapi problema kehidupan dan kemudian memecahkannya secara arif dan kreatif (prinsip PKH).

Dengan landasan berpikir tersebut di atas, maka kurikulum sebagai skenario dasar pendidikan, harus dirancang agar mampu mewujudkan tujuan pendidikan tersebut. Kurikulum hendaknya tidak hanya diorientasikan sebatas penguasaan mata pelajaran, tetapi sampai membentuk kecakapan hidup yang diperiukan oleh peserta didik, menghadapi kehidupan nyata. Dengan kata lain, pencapaian kecakapan hidup secara sengaja hams dirancang di dalam kurikulum.


Jika. digunakan KBK, kompetensi yang ingin dicapai oleh kurikulum merupakan kecakapan hidup yang diidamkan dalam PKH. Kompetensi lulusan dalam KBK, tentunya selaras dengan kecakapan hidup, sehingga lulusan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan. Dengan demikian kecakapan hidup akan selaras dengan kompetensi kehidupan (life competencies) .

Sekolah adalah unit terdepan dalam implementasi pendidikan (jalur sekolah), yang tentunya menghadapi peserta didik dan masyarakat yang sangat heterogen. Oleh karena itu sekolah perlu memiliki aiang gerak menjabarkan kurikulum nasional, agar sesuai dengan kondisi seterhpat dan karateristik anak didik yang dimiliki (prinsip KBK). Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan karateristik anak dan konteks lingkungan itulah prinsip Pendidikan Kontekstual (contextual teaching and leaming/CTL).
Pembelajaran akan efektif mengembangkan kecakapan hidup jika didukung oleh guru yang baik, sarana yang sesuai, lingkungan sekolah yang kondusif, dan sebagainya. Untuk itu sekolah harus dikelola dengan baik, yang sesuai dengan karateristik warga sekolah, karateristik masyarakat, potensi yang dimiliki sekolah, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperiukan aplikasi manajemen yang sesuai dengan kondisi tersebut. Dan itulah prinsip MBS.


0 comments:

Post a Comment