Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Mengapa Perlu TV Pendidikan

TELEVISI secara hakiki merupakan salah satu sarana dan prasarana yang dapat digunakan sebagai proses pembelajaran. Maraknya bermunculan berbagai televisi swasta akan memberi nuansa tersendiri bagi masyarakat. Kehadiran televisi suatu pertanda bahwa perkembangan iptek khususnya teknologi informasi dan komunikasi sudah merambah dan bersifat mendunia, dan tentunya bangsa dan negeri tidak akan tinggal diam.
Muncul berbagai televisi swasta akan memberi warna tersendiri bagi masyarakat dan pemirsa, karena siapapun dan kapanpun, serta dimanapun kita tidak terlepas dari sasaran keberadaan televisi tersebut. Memang tidak dipungkiri, bahwa siaran yang dimunculkan menimbulkan berbagai opini yang bersifat pro dan kontra, dan sangat tergantung kepada kondisi penonton itu sendiri.
Kehadiran Televisi tersebut patut kita dukung, karena secara langsung akan memberikan nilai tambah pengetahuan, dan tentunya nilai tambah yang dimaksudkan apabila siaran yang ditampilkan dapat memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan bagi kita. Di sinilah diminta kepekaan kita, bagaimana kita dapat memanfaatkan keberadaan televisi tersebut sebagai sarana pembelajaran.

Salah satu dari kehadiran televisi tersebut adalah Televisi Pendidikan atau lebih di kenal dengan Televisi Edukasi, dan ini perlu didukung, sekolah harus memanfaatkan sarana ini, dan sekolah sudah harus memprogramkan bagaimana televisi edukasi ini disiarkan di sekolah dapat ditonton oleh anak didik. Anak didik juga diberikan penekanan agar dapat menonton baik di sekolah maupun di rumah. Pekerjaan sekolah ataupun rumah dapat diberikan kepada anak didik oleh guru melalui televisi edukasi.

Menghadirkan televisi edukasi dengan konsep yang jelas di kelas merupakan langkah strategis untuk memberikan pengalaman baru bagi pengelolaan pendidikan. Kebijakan ini juga strategis di samping untuk memperkaya dan memudahkan dalam pemerataan pendidikan, juga strategis dalam memberikan wawasan kebangsaan kepada generasi-generasi muda bangsa ini.

Namun demikian di dalam konteks perpaduan pemanfaatan ITC dan hadirnya televisi edukasi di sekolah atau lebih khusus lagi di kelas, harus memiliki filosofi yang mengakar pada budaya bangsa Indonesia dengan mempertimbangkan beberapa kondisi aktual, seperti: (1) kesenjangan pengetahuan antara guru dan anak didik yang tinggal di perkotaan dengan yang tinggal di daerah; (2) keterbatasan dana, tenaga pendidik dan pengetahuan; (3) jumlah anak didik yang sangat besar dan tersebar pada lokasi yang berjauhan; (4) rentang geografis yang sangat luas; (5) tersedianya infrastruktur telekomunikasi di 440 kota/kabupaten pada akhir tahun 2004; (6) kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu canggih; dan (7) perkembangan bentuk dan sifat kepemilikan dan pengembangan software atau open source.
Dalam perkembangannya, kebutuhan dunia pendidikan akan keberadaan ICT yang didukung pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Telematika di Indonesia selayaknya diiukti dengan perangkat aturan serupa yang bersifat mengikat untuk penggunaan "Televisi untuk kepentingan pendidikan nasional. Artinya, secara legalitas perkembangan ICT dan open source software dan peng-gunaan TV edukasi seyogyanya mendapat jaminan, baik secara politis maupun finansial, mengingat program tersebut mem-butuhkan dukungan anggaran yang cukup besar.

Oleh karena itu, pengembangan TV edukasi di kelas paling kurang dapat membawa maslahat bagi pendidikan anak-anak bangsa kerena beberapa alasan. Pertama, bahwa TV edukasi adalah sebagai sarana pembelajaran baik bagi guru maupun anak didik. Kedua TV edukasi merupakan program pemerintah di dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua masyarakat belajar. Ketiga, hadirnya TV edukasi tersebut secara langsung dapat dinikmati di wilayah-wilayah terpencil yang secara geografis sulit dijangkau. Kedua, para anak didik di daerah-dacrah yang relatif terisolasi dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru melalui pendidikan di televisi karena materi-materi yang diajarkan disampaikan oleh guru-guru tcrbaik pada tingkat nasional. Ketiga, para anak didik pun dapat menerima materi yang juga disampaikan oleh para pemimpin bangsa yang kompeten dalam bidangnya masing-masing.

Di samping itu, kehadiran televisi edukasi di sekolah juga dapat menjadi media pembelajaran penting untuk memperkokoh nasionalisme dan meleburkan semangati etnosentrisme yang dapat mengancam keutuhan negara kesatuan Indonesia. Semoga kehadiran televisi edukasi di sekolah-sekolah membawa maslahat yang lebih besar bagi pembangunan pendidikan nasional dan upaya kita untuk mewujudkan pendidikan bermutu. Semoga.

TAYANGAN acara televisi yang mendidik dan bertema pendidikan berdasarkan survey interaktif acara Padamu Negeri Metro TV masih sangat kecil. Dan acara–acara yang tidak mendidik itu ditayangkan pada waktu yang kurang tepat bagi anak yaitu antara jam 15.00 sampai dengan 21.00.
Jika kita menelusuri perkembangan televisi di Indonesia, sebelum tahun 1980-an, televisi masih menjadi barang langka.
Di kampung/desa hanya segelintir orang yang memiliki televisi di rumahnya. Biasanya orang tersebut menduduki jabatan penting di desanya sebagai kepala desa/lurah. Sehingga jika warga masyarakat akan menonton tayangan televisi, mereka mendatangi rumah yang ada televisinya. Keadaan ini pun melahirkan keakraban antara satu dengan yang lain dan terjadi saling menukar informasi serta tema acara dan amanat yang terkandung di dalamnya langsung didiskusikan.
Di tahun- tahun berikutnya, orang yang memiliki televisi makin bertambah. Dan kini tiap rumah dapat dikatakan pasti terdapat televisi. Bahkan ada yang dalam satu rumah memiliki lebih dari satu televisi dengan ukuran dan model bervariasi. Perubahan ini menimbulkan dampak sosial bagi komunitas masyarakat. Mereka tidak lagi berkumpul sekadar menonton televisi, karena lebih memilih tinggal di rumah. Keakraban menjadi menipis dan interpretasi terhadap tema dan amanat yang ada pada tayangan acara berbeda sesuai dengan ketajaman berpikir, tingkat pendidikan, usia dan wilayah tempat tinggal.
Dilihat dari perkembangan psikologisnya, anak usia sekolah memiliki kecenderungan untuk meniru. Maka sebaiknya mereka perlu didampingi ketika menonton tayangan televisi yang acaranya masih bertema seputar cinta anak remaja dengan beragam konflik, iri, dendam, infotainment dan tayangan lain yang tidak mendidik. Nantinya, seolah–olah yang dihadapi anak di masa sekolah adalah hal-hal itu saja. Padahal banyak ke-giatan yang bisa mengembangkan potensi mereka melalui kegiatan ekstra kurikuler, belajar kelompok, bermain dengan teman sebaya atau melakukan riset–riset sederhana.
Sebenarnya televisi membawa banyak manfaat. Televisi dapat dijadikan sebagai media informasi aktual dan lebih cepat bila dibandingkan dengan media cetak. Peme-rintah maupun lembaga yang berkompeten dapat menggunakan televisi sebagai alat untuk menyampaikan kepan-tingannya, informasi, fakta dan peristiwa pada masyarakat. Dan masyarakat dapat mendapatkan informasi–informasi yang dibutuhkan.
Televisi adalah media promosi yang efektif. Banyak produk–produk yang diiklankan di televisi. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum bisa memanfaatkan televisi sebagai kampanye bagi partai politik dan orang yang dicalonkan menjadi kepala daerah dan kepala pemerintahan lainnya.
Melalui televisi, masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan baik politik, ekonomi, kesehatan, budaya, olahraga, pendidikan dan teknologi. Selain itu televisi merupakan lahan bisnis yang menguntungkan serta sarana hiburan murah dan mudah diakses oleh masyarakat.
Dari banyaknya manfaat itu, pemerintah, lembaga dan insan–insan pertelevisian seharusnya lebih serius untuk memperbanyak tayangan yang mendidik dan bertema pendidikan, sebab masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana berlalulintas yang baik, mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tata cara menyampaikan aspirasi, pentingnya kesehatan, pelestarian lingkungan, program–program pemerintah terutama yang berkaitan dengan pendidikan.
Padahal masih banyak budaya dan keeksotisan alam Indonesia belum dimaksimalkan sebagai sebuah tayangan yang menghibur. Padahal kejadian dan fenomena alam bisa diangkat menjadi film atau sinetron. Namun kenyataannya justru minim tema–tema pendidikan. Terutama yang menjadi acara–acara televisi seperti profil sekolah, universitas, metode dan strategi pembelajaran baik sekolah di Indonesia maupun luar negeri sebagai bahan studi banding. Karena itu, manajemen pena-yangan acara televisi perlu ditata lebih baik. Misalnya acara keagamaan tidak harus dita-yangkan menjelang atau setelah waktu subuh tetapi ditayangkan pada sore hari. Karena jika masih ditayangkan terlalu pagi, segmen penontonnya hanya orang–orang yang justru terbiasa bangun pagi dan memiliki pemahaman agama yang baik. Sehingga tidak menyentuh segmen penonton yang sebenarnya sangat membutuhkan penyegaran kesadaran rohaniah.
Selain itu harus ada perubahan paradigma bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang paling menguntungkan bagi kemajuan dan peradaban bangsa dan Negara dibandingkan dengan keuntungan materi sesaat dari tayangan-tayangan acara televisi yang tidak mendidik. Dan biarlah tontonan menjadi tuntunan asalkan tontonan itu mendidik. (*)

Kalau kita melihat tayangan TV akhir-akhir ini, cukup banyak tayangan yang memperlihatkan adegan kekerasan, baik acara olah raga atau film. Dari tayangan tersebut akhirnya ditiru anak-anak, seperti tayangan smack down, sehingga menyebabkan ada yang meninggal setelah mencoba adegan tersebut. Akhirnya, banyak menimbulkan protes dari berbagai kalangan, termasuk ada yang menyalahkan pengelola TV tersebut. Kita tahu, sebenarnya TV mempunyai dampak yang positif dan negatif. Sebaiknya, kita jangan menyalahkan siapa pun, tapi kita perlu berinstropeksi.

Dari berbagai kemungkinan masalah yang timbul, tentu peran orang tua tidak bisa diabaikan. Sikap orang tua terhadap TV akan mempengaruhi perilaku anak. Sebaiknya, orang tua lebih dulu membuat batas pada dirinya sebelum menentukan batasan bagi anaknya. Biasanya ketika lelah atau bosan pada kegiatan rumah, orang tua suka menonton TV. Tapi, kalau itu tidak dilakukan secara rutin, Kita bisa melakukan kegiatan lain, sehingga anak-anak akan tahu ada banyak cara beraktifitas selain menonton TV (mengalihkan kegiatan selain TV).
Usahakan TV hanya menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak. Yang penting, anak-anak cukup waktu untuk bermain bersama teman-teman dan mainannya, membaca cerita dan beristirahat, atau berjalan-jalan serta menikmati makan bersama keluarga. Umumnya anak-anak senang belajar dengan melakukan berbagai hal. Hal penting kedua adalah mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tentukan apa, kapan, dan seberapa banyak acara TV yang ditonton. Tujuannya, anak menjadikan kegiatan menonton TV hanya sebagai pilihan, bukan kebiasaan. Anak boleh menonton hanya bila perlu.

Karena itu, video kaset bisa berguna. Rekam acara yang kita sukai lalu ditonton kembali bersama-sama pada saat yang sudah ditentukan. Cara tersebut akan membatasi karena anak hanya menyaksikan apa yang ada dalam rekaman itu.

Orangtua memang patut cemas dewasa ini. Betapa tidak, gempuran modernisasi menyerang mereka (dan anak-anaknya) hampir dari segala lini, termasuk adanya tayangan televisi. TV yang dulu hanya digunakan untuk mendapatkan informasi dan hiburan, kini telah memiliki banyak sekali fungsi. Beberapa kepentingan “bermain” dalam industri TV dewasa ini, pemodal bisa dikatakan sebagai aktor yang paling besar.
Meskipun begitu, tentunya masih saja ada segelintir orang atau kelompok yang masih memiliki cita-cita mulia untuk menjadikan TV sebagai sebuah tempat untuk mendapatkan informasi sebesar-besarnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Jika membincangkan mengenai TV yang bermuatan pendidikan, kita bisa melihat ke belakang. Jauh sebelum bermunculan televisi swasta, TVRI begitu intens menyiarkan pagelaran budaya dan berita nasional yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Tetapi, sejak dekade 90an, ketika TV-TV swasta mulai berdiri. Perlahan, TVRI juga harus merelakan posisinya “tergusur” oleh TV baru tersebut. Kemudian, kita mengenal TPI. Pada awalnya, TPI merupakan sebuah media yang sangat intens sekali dengan masalah pendidikan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, stasiun tersebut malah semakin mengikis porsi untuk materi pendidikan di setiap tayangannya.
Dewasa ini, semakin banyak TV swasta yang lahir. Tidak hanya di tingkatan nasional, sekarang banyak TV yang jangkauannya hanya dalam lingkup regional (propinsi-Red) saja, bahkan, TV dalam skala lokal saja sudah banyak sekali jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.
Malang Raya contohnya, Malang memiliki Malang TV, Batu TV, ATV, Mahameru TV, Dhamma TV, CR TV dan sebagainya. Itu belum jika ditambah dengan TV milik beberapa instansi sekolah, seperti CNO TV-nya SMKN 3 Batu, SMEAMU TV milik SMEA Muhammadiyah Kepanjen dan sebagainya. Bahkan, ada satu TV yang benar-benar intens menyiarkan acara pendidikan, yaitu TV Edukasi (TV E).
Yusak Santoso, pengajar SMKN 3 Batu yang beberapa kali mengikuti program di TV E menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena menjamurnya TV swasta ini, “TV-TV swasta tersebut hanya mengejar rating saja. Contohnya, pada saat-saat prime time, saat anak berkumpul dengan orang tuanya. Mana ada tayangan TV yang mendidik?” Sesal Yusak.
Ditambahkan pula bahwa sedikit sekali prosentase tayangan TV dewasa ini yang bersifat mendidik. Menurut Yusak, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk meminimalisir efek TV terhadap kondisi anak. Misalnya, pembatasan tayangan TV pada jam-jam sore dan pengawasan yang lebih ketat oleh orang tua terhadap anak.
Masih menurut Yusak, TV E sendiri pada awal berdirinya memang ditujukan untuk ikut andil dalam pengembangan pendidikan anak. Untuk itu, TV E yang dibiayai oleh Dinas Pendidikan RI ini terus mengadakan perbaikan dalam manajemennya, salah satunya pengupayaan relay siaran ke setiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Mengenai masalah teknis siaran, TV E biasanya menggandeng sekolah-sekolah multimedia di daerah yang bersangkutan, misalnya jika di Kota Malang, TV E bekerjasama dengan SMKN 4 Malang untuk merelay siarannya.
“Semua infrastruktur TV E sebenarnya sudah siap. Bahkan, tiap tahun kita mengadakan diklat untuk sekolah di Indonesia untuk mengetahui teknis siaran TV E. Kita berharap, ada ICT Center di setiap kota dan kabupaten di Indonesia, sehingga siaran TV E bisa diakses di seluruh Indonesia. Saat ini, setidaknya untuk wilayah Jawa dan Jakarta sudah bisa mengakses TV E,” kata Yusak.
Sadar jika akses TV E masih belum bisa menjangkau seluruh Indonesia, TV E mempunyai strategi khusus untuk mengatasi itu, “Caranya, kita sering-sering mengadakan film edukasi di seluruh Indonesia,” kata Yusak.
Untuk pengoperasian TV E, sudah ada dana kurang lebih seperempat milyar tiap tahunnya dari Diknas RI dan masing-masing kota dan kabupaten yang merelay, akan mendapat biaya operasional sebesar lima juta tiap tahunnya, “Kami berharap, dengan adanya TV E ini bisa menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang efektif untuk dunia pendidikan di Indonesia,” tutup Yusak. .dik-KP

... efek media penyiaran sangat 'ampuh' terhadap perubahan perilaku khalayak. Sifatnya yang audio-visual mudah membangun atau menyubversi imajinasi khalayak, sehingga proses imitasi dan belajar sosial khalayak lebih efektif. Tak heran bila banyak ahli komunikasi menempatkan media penyiaran sebagai 'orang tua baru' bagi anak-anak, bahkan ada yang menyebutnya sebagai 'tuhan baru'. - Dedy Djamaluddin Malik (Wakil Koordinator Bidang Informasi dan Komunikasi Komisi I DPR RI)

Membaca artikel Bung Dedy diatas yang Saya temukan di internet beberapa bulan yang lalu ( Mohon maaf, Saya lupa di Situs apa), Saya sedikit terbawa dengan fenomena yang terjadi belakangan ini pada dunia pertelevisian kita. Betapa tidak! Hari-hari Saya dan juga ( pasti ) Anda yang membuka serta menyimak situs ini pun tidak lepas dari yang namanya televisi. Dengan sifatnya yang audio-visual mudah membangun imajinasi khalayak, Saya teringat akan anak semata wayang Saya yang kini sudah menginjak usia 2 Tahun 6 Bulan. Setiap hari mendapat kesempatan menyaksikan segala hal yang disuguhkan televisi di rumah. Apalagi ketika Bundanya sedang asik menonton sinetron yang selalu menyajikan adegan tangis-tangisan, kemarahan dan perkelahian, sampai yang berdarah, sebut saja sinetron cengeng. Duh jujur aja, ada ketakutan yang amat sangat dengan perkembangan anak Saya. Belum lagi segala informasi yang Saya baca, dengar dan lihat tentang kasus-kasus yang terjadi di negeri ini maupun luar negeri sana yang banyak memberitakan seorang anak yang akhirnya berperan sebagai tersangka / terdakwa bahkan menjadi korban dari efek yang ditimbulkan oleh program siaran sebuah stasiun televisi. Ngeri nggak tuh ?!

Lalu, tindakan kita sebagai orang tua harus gimana donk? Apakah cukup dengan membatasi si anak pada jam-jam tertentu yang dibolehkan menonton? Apakah ketika si anak menonton, kita sebagai orang tua harus selalu mendampinginya ketika menonton? Apakah lebih baik tidak usah ada televisi di dumah kita?
Apakah…? Apakah…?.......terlalu banyak pertanyaan yang Saya pikir terlalu klise untuk di baca, di dengar, dan di simak oleh kita selama ini yang rasanya Basi! Untuk di bahas kembali.

Saya rasa nggak perlu neko-neko lah, sudah waktunya dan harusnya ada sebuah program siaran TV ataupun Stasiun Televisi yang mampu memadukan hiburan dengan pendidikan. Yah, seperti yang sekarang ini sedang dan sudah lama dilakukan oleh TV Education Jakarta atau yang kita kenal dengan sebutan TVE. Namun, pada perjalanannya, tentu harus banyak sekali tantangan yang harus di jawab oleh TVE itu sendiri dalam hal mengalihkan perhatian khalayak tersebut yang sudah terlanjur di buai sinetron cengeng yang ditawarkan oleh televisi-televisi swasta nasional ke program siaran TVE. Dan hal itu pun menjadi tugas serta tanggung jawab televisi-televisi lokal yang bermunculan di daerah-daerah. Lagi-lagi, sampai saat ini Saya belum melihat Televisi-televisi lokal yang mampu mengalihkan perhatian khalayak tersebut. Malah boleh dikata Membosankan!!! Di beberapa daerah yang memiliki stasiun TV lokal yang Saya temui, seperti PALTV Palembang, BukittinggiTV, PadangTV, RiauTV Pekanbaru, BaliTV, BandungTV, juga BatamTV, lebih banyak menyiarkan program siaran yang kurang menarik, kurang berbobot dalam penyajian edukasinya. Malah kelihatan Jadul ( Jaman dulu ) bhanget. So, kalau diperhatikan kenapa ya Stasiun TV yang menggunakan embel-embel nama daerah di belakang nama TV-nya itu nggak ubahnya seperti duplikat-nya TVRI. Wah, kalau di ulas terlalu dalam rasanya hanya menambah dosa panjang Saya saja. Entah bagaimana nanti Saya harus menghadap Yang Di atas, kalau kerjanya hanya menghujat Stasiun-stasiun TV itu. Yang Jelas Saya menulis artikel ini hanya ingin menumpahkan kecemasan Saya akan perkembangan anak Saya, dan mungkin ini bisa jadi kecemasan yang dihadapi anda selaku orang tua atau Oom dari keponakan anda, dan mungkin juga calon ayah yang saat ini sedang memikirkan masa depan anaknya nanti. Yang jelas, kita sama-sama menantikan hadirnya sebuah stasiun TV yang mampu memadukan Hiburan dan pendidikan, sanggup mengalihkan perhatian khalayak tadi dari sinetron cengeng yang kayaknya sudah tidak bisa di tolerir lagi, Betul?



0 comments:

Post a Comment