Home | Looking for something? Sign In | New here? Sign Up | Log out

Pengertian Kurikulum

Untuk mendapatkan rumusan tentang pengertian kurikulum, para ahli mengemukakan pandangan yang beragam. Dalam pandangan klasik, lebih menekankan kurikulum dipandang sebagai rencana pelajaran di suatu sekolah. Pelajaran-pelajaran dan materi apa yang harus ditempuh di sekolah, itulah kurikulum. George A. Beauchamp (1986) mengemukakan bahwa : “ A Curriculun is a written document which may contain many ingredients, but basically it is a plan for the education of pupils during their enrollment in given school”. Dalam pandangan modern, pengertian kurikulum lebih dianggap sebagai suatu pengalaman atau sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan, seperti dikemukakan oleh Caswel dan Campbell (1935) yang mengatakan bahwa kurikulum … to be composed of all the experiences children have under the guidance of teachers. Dipertegas lagi oleh pemikiran Ronald C. Doll (1974) yang mengatakan bahwa : “ …the curriculum has changed from content of courses study and list of subject and courses to all experiences which are offered to learners under the auspices or direction of school.Untuk mengakomodasi perbedaan pandangan tersebut, Hamid Hasan (1988) mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:

1. kurikulum sebagai suatu ide; yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide; yang didalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis; dalam bentuk praktek pembelajaran.
4. kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan perilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.

Sementara itu, Purwadi (2003) memilah pengertian kurikulum menjadi enam bagian : (1) kurikulum sebagai ide; (2) kurikulum formal berupa dokumen yang dijadikan sebagai pedoman dan panduan dalam melaksanakan kurikulum; (3) kurikulum menurut persepsi pengajar; (4) kurikulum operasional yang dilaksanakan atau dioprasional kan oleh pengajar di kelas; (5) kurikulum experience yakni kurikulum yang dialami oleh peserta didik; dan (6) kurikulum yang diperoleh dari penerapan kurikulum.

Dalam perspektif kebijakan pendidikab nasional sebagaimana dapat dilihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa: “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.



read more

Model Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu : (1) pendekatan top-down the administrative model dan (2) the grass root model.
The administrative model; Model ini merupakan model pengembangan kurikulum yang paling lama dan paling banyak digunakan. Gagasan pengembangan kurikulum datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, membentuk suatu Komisi atau Tim Pengarah pengembangan kurikulum. Anggotanya, terdiri dari pejabat di bawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan. Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Selanjutnya administrator membentuk Tim Kerja terdiri dari para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru-guru senior, yang bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional menjabarkan konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh Tim pengarah, seperti merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional, memilih sekuens materi, memilih strategi pembelajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru-guru. Setelah Tim Kerja selesai melaksanakan tugasnya, hasilnya dikaji ulang oleh Tim Pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat yang kompeten.

Setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut. Karena datangnya dari atas, maka model ini disebut juga model Top – Down. Dalam pelaksanaannya, diperlukan monitoring, pengawasan dan bimbingan. Setelah berjalan beberapa saat perlu dilakukan evaluasi.

2. The grass root model;

Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama, digunakan dalam sistem pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan model grass roots akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat grass roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum. Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, fasilitas biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum model grass root tampaknya akan lebih baik.

Hal itu didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.

Pengembangan kurikulum yang bersifat grass roots, mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk seluruh bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralistik dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan, yang pada gilirannya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung dilakukan dengan menggunakan pendekatan the grass-root model. Kendati demikian, agar pengembangan kurikulum dapat berjalan efektif tentunya harus ditopang oleh kesiapan sumber daya, terutama sumber daya manusia yang tersedia di sekolah.

Sumber :

Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran.2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.



read more

Landasan Kurikulum

Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut.
1.Landasan Filosofis

Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

a.Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

b.Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c.Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

d.Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.

e.Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.

Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model Kurikulum Interaksional.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.

2.Landasan Psikologis

Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Masih berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan pada suatu situasi“.

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a.motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b.bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi.
c.konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;
d.pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan
e.keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

3.Landasan Sosial-Budaya

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

4.Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian..

Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Sumber Bacaan

Daeng Sudirwo. 2002 Otonomi Perguruan Tinggi Hubungannya dengan Otonomi Daerah. Manajerial. Vol .01. No1:72-79
Deddiknas. 2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
________. 2003. Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang
________. 2003. Penilaian Kelas; Pelayanan Profesional Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur Balitbang.
E. Mulyasa.2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep; Karakteristik dan Implementasi. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2004. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi; Panduan Pembelajaran KBK. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
_________. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikum; Teori dan Praktek. Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Permendiknas No. 22, 23 dan 24 Tahun 2007
Tim Pengembang MKDK Kurikulum dan Pembelajaran.2002. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung : Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.
Uyoh Sadulloh.1994. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: P.T. Media Iptek





read more

Mengapa Perlu TV Pendidikan

TELEVISI secara hakiki merupakan salah satu sarana dan prasarana yang dapat digunakan sebagai proses pembelajaran. Maraknya bermunculan berbagai televisi swasta akan memberi nuansa tersendiri bagi masyarakat. Kehadiran televisi suatu pertanda bahwa perkembangan iptek khususnya teknologi informasi dan komunikasi sudah merambah dan bersifat mendunia, dan tentunya bangsa dan negeri tidak akan tinggal diam.
Muncul berbagai televisi swasta akan memberi warna tersendiri bagi masyarakat dan pemirsa, karena siapapun dan kapanpun, serta dimanapun kita tidak terlepas dari sasaran keberadaan televisi tersebut. Memang tidak dipungkiri, bahwa siaran yang dimunculkan menimbulkan berbagai opini yang bersifat pro dan kontra, dan sangat tergantung kepada kondisi penonton itu sendiri.
Kehadiran Televisi tersebut patut kita dukung, karena secara langsung akan memberikan nilai tambah pengetahuan, dan tentunya nilai tambah yang dimaksudkan apabila siaran yang ditampilkan dapat memberikan tambahan ilmu dan pengetahuan bagi kita. Di sinilah diminta kepekaan kita, bagaimana kita dapat memanfaatkan keberadaan televisi tersebut sebagai sarana pembelajaran.

Salah satu dari kehadiran televisi tersebut adalah Televisi Pendidikan atau lebih di kenal dengan Televisi Edukasi, dan ini perlu didukung, sekolah harus memanfaatkan sarana ini, dan sekolah sudah harus memprogramkan bagaimana televisi edukasi ini disiarkan di sekolah dapat ditonton oleh anak didik. Anak didik juga diberikan penekanan agar dapat menonton baik di sekolah maupun di rumah. Pekerjaan sekolah ataupun rumah dapat diberikan kepada anak didik oleh guru melalui televisi edukasi.

Menghadirkan televisi edukasi dengan konsep yang jelas di kelas merupakan langkah strategis untuk memberikan pengalaman baru bagi pengelolaan pendidikan. Kebijakan ini juga strategis di samping untuk memperkaya dan memudahkan dalam pemerataan pendidikan, juga strategis dalam memberikan wawasan kebangsaan kepada generasi-generasi muda bangsa ini.

Namun demikian di dalam konteks perpaduan pemanfaatan ITC dan hadirnya televisi edukasi di sekolah atau lebih khusus lagi di kelas, harus memiliki filosofi yang mengakar pada budaya bangsa Indonesia dengan mempertimbangkan beberapa kondisi aktual, seperti: (1) kesenjangan pengetahuan antara guru dan anak didik yang tinggal di perkotaan dengan yang tinggal di daerah; (2) keterbatasan dana, tenaga pendidik dan pengetahuan; (3) jumlah anak didik yang sangat besar dan tersebar pada lokasi yang berjauhan; (4) rentang geografis yang sangat luas; (5) tersedianya infrastruktur telekomunikasi di 440 kota/kabupaten pada akhir tahun 2004; (6) kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu canggih; dan (7) perkembangan bentuk dan sifat kepemilikan dan pengembangan software atau open source.
Dalam perkembangannya, kebutuhan dunia pendidikan akan keberadaan ICT yang didukung pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) No. 6 Tahun 2001 tentang Pengembangan dan Pemberdayaan Telematika di Indonesia selayaknya diiukti dengan perangkat aturan serupa yang bersifat mengikat untuk penggunaan "Televisi untuk kepentingan pendidikan nasional. Artinya, secara legalitas perkembangan ICT dan open source software dan peng-gunaan TV edukasi seyogyanya mendapat jaminan, baik secara politis maupun finansial, mengingat program tersebut mem-butuhkan dukungan anggaran yang cukup besar.

Oleh karena itu, pengembangan TV edukasi di kelas paling kurang dapat membawa maslahat bagi pendidikan anak-anak bangsa kerena beberapa alasan. Pertama, bahwa TV edukasi adalah sebagai sarana pembelajaran baik bagi guru maupun anak didik. Kedua TV edukasi merupakan program pemerintah di dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua masyarakat belajar. Ketiga, hadirnya TV edukasi tersebut secara langsung dapat dinikmati di wilayah-wilayah terpencil yang secara geografis sulit dijangkau. Kedua, para anak didik di daerah-dacrah yang relatif terisolasi dapat memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru melalui pendidikan di televisi karena materi-materi yang diajarkan disampaikan oleh guru-guru tcrbaik pada tingkat nasional. Ketiga, para anak didik pun dapat menerima materi yang juga disampaikan oleh para pemimpin bangsa yang kompeten dalam bidangnya masing-masing.

Di samping itu, kehadiran televisi edukasi di sekolah juga dapat menjadi media pembelajaran penting untuk memperkokoh nasionalisme dan meleburkan semangati etnosentrisme yang dapat mengancam keutuhan negara kesatuan Indonesia. Semoga kehadiran televisi edukasi di sekolah-sekolah membawa maslahat yang lebih besar bagi pembangunan pendidikan nasional dan upaya kita untuk mewujudkan pendidikan bermutu. Semoga.

TAYANGAN acara televisi yang mendidik dan bertema pendidikan berdasarkan survey interaktif acara Padamu Negeri Metro TV masih sangat kecil. Dan acara–acara yang tidak mendidik itu ditayangkan pada waktu yang kurang tepat bagi anak yaitu antara jam 15.00 sampai dengan 21.00.
Jika kita menelusuri perkembangan televisi di Indonesia, sebelum tahun 1980-an, televisi masih menjadi barang langka.
Di kampung/desa hanya segelintir orang yang memiliki televisi di rumahnya. Biasanya orang tersebut menduduki jabatan penting di desanya sebagai kepala desa/lurah. Sehingga jika warga masyarakat akan menonton tayangan televisi, mereka mendatangi rumah yang ada televisinya. Keadaan ini pun melahirkan keakraban antara satu dengan yang lain dan terjadi saling menukar informasi serta tema acara dan amanat yang terkandung di dalamnya langsung didiskusikan.
Di tahun- tahun berikutnya, orang yang memiliki televisi makin bertambah. Dan kini tiap rumah dapat dikatakan pasti terdapat televisi. Bahkan ada yang dalam satu rumah memiliki lebih dari satu televisi dengan ukuran dan model bervariasi. Perubahan ini menimbulkan dampak sosial bagi komunitas masyarakat. Mereka tidak lagi berkumpul sekadar menonton televisi, karena lebih memilih tinggal di rumah. Keakraban menjadi menipis dan interpretasi terhadap tema dan amanat yang ada pada tayangan acara berbeda sesuai dengan ketajaman berpikir, tingkat pendidikan, usia dan wilayah tempat tinggal.
Dilihat dari perkembangan psikologisnya, anak usia sekolah memiliki kecenderungan untuk meniru. Maka sebaiknya mereka perlu didampingi ketika menonton tayangan televisi yang acaranya masih bertema seputar cinta anak remaja dengan beragam konflik, iri, dendam, infotainment dan tayangan lain yang tidak mendidik. Nantinya, seolah–olah yang dihadapi anak di masa sekolah adalah hal-hal itu saja. Padahal banyak ke-giatan yang bisa mengembangkan potensi mereka melalui kegiatan ekstra kurikuler, belajar kelompok, bermain dengan teman sebaya atau melakukan riset–riset sederhana.
Sebenarnya televisi membawa banyak manfaat. Televisi dapat dijadikan sebagai media informasi aktual dan lebih cepat bila dibandingkan dengan media cetak. Peme-rintah maupun lembaga yang berkompeten dapat menggunakan televisi sebagai alat untuk menyampaikan kepan-tingannya, informasi, fakta dan peristiwa pada masyarakat. Dan masyarakat dapat mendapatkan informasi–informasi yang dibutuhkan.
Televisi adalah media promosi yang efektif. Banyak produk–produk yang diiklankan di televisi. Apalagi menjelang pemilihan kepala daerah atau pemilihan umum bisa memanfaatkan televisi sebagai kampanye bagi partai politik dan orang yang dicalonkan menjadi kepala daerah dan kepala pemerintahan lainnya.
Melalui televisi, masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan baik politik, ekonomi, kesehatan, budaya, olahraga, pendidikan dan teknologi. Selain itu televisi merupakan lahan bisnis yang menguntungkan serta sarana hiburan murah dan mudah diakses oleh masyarakat.
Dari banyaknya manfaat itu, pemerintah, lembaga dan insan–insan pertelevisian seharusnya lebih serius untuk memperbanyak tayangan yang mendidik dan bertema pendidikan, sebab masih banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana berlalulintas yang baik, mengurus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tata cara menyampaikan aspirasi, pentingnya kesehatan, pelestarian lingkungan, program–program pemerintah terutama yang berkaitan dengan pendidikan.
Padahal masih banyak budaya dan keeksotisan alam Indonesia belum dimaksimalkan sebagai sebuah tayangan yang menghibur. Padahal kejadian dan fenomena alam bisa diangkat menjadi film atau sinetron. Namun kenyataannya justru minim tema–tema pendidikan. Terutama yang menjadi acara–acara televisi seperti profil sekolah, universitas, metode dan strategi pembelajaran baik sekolah di Indonesia maupun luar negeri sebagai bahan studi banding. Karena itu, manajemen pena-yangan acara televisi perlu ditata lebih baik. Misalnya acara keagamaan tidak harus dita-yangkan menjelang atau setelah waktu subuh tetapi ditayangkan pada sore hari. Karena jika masih ditayangkan terlalu pagi, segmen penontonnya hanya orang–orang yang justru terbiasa bangun pagi dan memiliki pemahaman agama yang baik. Sehingga tidak menyentuh segmen penonton yang sebenarnya sangat membutuhkan penyegaran kesadaran rohaniah.
Selain itu harus ada perubahan paradigma bahwa pendidikan merupakan investasi jangka panjang yang paling menguntungkan bagi kemajuan dan peradaban bangsa dan Negara dibandingkan dengan keuntungan materi sesaat dari tayangan-tayangan acara televisi yang tidak mendidik. Dan biarlah tontonan menjadi tuntunan asalkan tontonan itu mendidik. (*)

Kalau kita melihat tayangan TV akhir-akhir ini, cukup banyak tayangan yang memperlihatkan adegan kekerasan, baik acara olah raga atau film. Dari tayangan tersebut akhirnya ditiru anak-anak, seperti tayangan smack down, sehingga menyebabkan ada yang meninggal setelah mencoba adegan tersebut. Akhirnya, banyak menimbulkan protes dari berbagai kalangan, termasuk ada yang menyalahkan pengelola TV tersebut. Kita tahu, sebenarnya TV mempunyai dampak yang positif dan negatif. Sebaiknya, kita jangan menyalahkan siapa pun, tapi kita perlu berinstropeksi.

Dari berbagai kemungkinan masalah yang timbul, tentu peran orang tua tidak bisa diabaikan. Sikap orang tua terhadap TV akan mempengaruhi perilaku anak. Sebaiknya, orang tua lebih dulu membuat batas pada dirinya sebelum menentukan batasan bagi anaknya. Biasanya ketika lelah atau bosan pada kegiatan rumah, orang tua suka menonton TV. Tapi, kalau itu tidak dilakukan secara rutin, Kita bisa melakukan kegiatan lain, sehingga anak-anak akan tahu ada banyak cara beraktifitas selain menonton TV (mengalihkan kegiatan selain TV).
Usahakan TV hanya menjadi bagian kecil dari keseimbangan hidup anak. Yang penting, anak-anak cukup waktu untuk bermain bersama teman-teman dan mainannya, membaca cerita dan beristirahat, atau berjalan-jalan serta menikmati makan bersama keluarga. Umumnya anak-anak senang belajar dengan melakukan berbagai hal. Hal penting kedua adalah mengikutsertakan anak dalam membuat batasan. Tentukan apa, kapan, dan seberapa banyak acara TV yang ditonton. Tujuannya, anak menjadikan kegiatan menonton TV hanya sebagai pilihan, bukan kebiasaan. Anak boleh menonton hanya bila perlu.

Karena itu, video kaset bisa berguna. Rekam acara yang kita sukai lalu ditonton kembali bersama-sama pada saat yang sudah ditentukan. Cara tersebut akan membatasi karena anak hanya menyaksikan apa yang ada dalam rekaman itu.

Orangtua memang patut cemas dewasa ini. Betapa tidak, gempuran modernisasi menyerang mereka (dan anak-anaknya) hampir dari segala lini, termasuk adanya tayangan televisi. TV yang dulu hanya digunakan untuk mendapatkan informasi dan hiburan, kini telah memiliki banyak sekali fungsi. Beberapa kepentingan “bermain” dalam industri TV dewasa ini, pemodal bisa dikatakan sebagai aktor yang paling besar.
Meskipun begitu, tentunya masih saja ada segelintir orang atau kelompok yang masih memiliki cita-cita mulia untuk menjadikan TV sebagai sebuah tempat untuk mendapatkan informasi sebesar-besarnya, termasuk dalam bidang pendidikan. Jika membincangkan mengenai TV yang bermuatan pendidikan, kita bisa melihat ke belakang. Jauh sebelum bermunculan televisi swasta, TVRI begitu intens menyiarkan pagelaran budaya dan berita nasional yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Tetapi, sejak dekade 90an, ketika TV-TV swasta mulai berdiri. Perlahan, TVRI juga harus merelakan posisinya “tergusur” oleh TV baru tersebut. Kemudian, kita mengenal TPI. Pada awalnya, TPI merupakan sebuah media yang sangat intens sekali dengan masalah pendidikan di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, stasiun tersebut malah semakin mengikis porsi untuk materi pendidikan di setiap tayangannya.
Dewasa ini, semakin banyak TV swasta yang lahir. Tidak hanya di tingkatan nasional, sekarang banyak TV yang jangkauannya hanya dalam lingkup regional (propinsi-Red) saja, bahkan, TV dalam skala lokal saja sudah banyak sekali jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu.
Malang Raya contohnya, Malang memiliki Malang TV, Batu TV, ATV, Mahameru TV, Dhamma TV, CR TV dan sebagainya. Itu belum jika ditambah dengan TV milik beberapa instansi sekolah, seperti CNO TV-nya SMKN 3 Batu, SMEAMU TV milik SMEA Muhammadiyah Kepanjen dan sebagainya. Bahkan, ada satu TV yang benar-benar intens menyiarkan acara pendidikan, yaitu TV Edukasi (TV E).
Yusak Santoso, pengajar SMKN 3 Batu yang beberapa kali mengikuti program di TV E menyatakan keprihatinannya terhadap fenomena menjamurnya TV swasta ini, “TV-TV swasta tersebut hanya mengejar rating saja. Contohnya, pada saat-saat prime time, saat anak berkumpul dengan orang tuanya. Mana ada tayangan TV yang mendidik?” Sesal Yusak.
Ditambahkan pula bahwa sedikit sekali prosentase tayangan TV dewasa ini yang bersifat mendidik. Menurut Yusak, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan untuk meminimalisir efek TV terhadap kondisi anak. Misalnya, pembatasan tayangan TV pada jam-jam sore dan pengawasan yang lebih ketat oleh orang tua terhadap anak.
Masih menurut Yusak, TV E sendiri pada awal berdirinya memang ditujukan untuk ikut andil dalam pengembangan pendidikan anak. Untuk itu, TV E yang dibiayai oleh Dinas Pendidikan RI ini terus mengadakan perbaikan dalam manajemennya, salah satunya pengupayaan relay siaran ke setiap kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Mengenai masalah teknis siaran, TV E biasanya menggandeng sekolah-sekolah multimedia di daerah yang bersangkutan, misalnya jika di Kota Malang, TV E bekerjasama dengan SMKN 4 Malang untuk merelay siarannya.
“Semua infrastruktur TV E sebenarnya sudah siap. Bahkan, tiap tahun kita mengadakan diklat untuk sekolah di Indonesia untuk mengetahui teknis siaran TV E. Kita berharap, ada ICT Center di setiap kota dan kabupaten di Indonesia, sehingga siaran TV E bisa diakses di seluruh Indonesia. Saat ini, setidaknya untuk wilayah Jawa dan Jakarta sudah bisa mengakses TV E,” kata Yusak.
Sadar jika akses TV E masih belum bisa menjangkau seluruh Indonesia, TV E mempunyai strategi khusus untuk mengatasi itu, “Caranya, kita sering-sering mengadakan film edukasi di seluruh Indonesia,” kata Yusak.
Untuk pengoperasian TV E, sudah ada dana kurang lebih seperempat milyar tiap tahunnya dari Diknas RI dan masing-masing kota dan kabupaten yang merelay, akan mendapat biaya operasional sebesar lima juta tiap tahunnya, “Kami berharap, dengan adanya TV E ini bisa menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang efektif untuk dunia pendidikan di Indonesia,” tutup Yusak. .dik-KP

... efek media penyiaran sangat 'ampuh' terhadap perubahan perilaku khalayak. Sifatnya yang audio-visual mudah membangun atau menyubversi imajinasi khalayak, sehingga proses imitasi dan belajar sosial khalayak lebih efektif. Tak heran bila banyak ahli komunikasi menempatkan media penyiaran sebagai 'orang tua baru' bagi anak-anak, bahkan ada yang menyebutnya sebagai 'tuhan baru'. - Dedy Djamaluddin Malik (Wakil Koordinator Bidang Informasi dan Komunikasi Komisi I DPR RI)

Membaca artikel Bung Dedy diatas yang Saya temukan di internet beberapa bulan yang lalu ( Mohon maaf, Saya lupa di Situs apa), Saya sedikit terbawa dengan fenomena yang terjadi belakangan ini pada dunia pertelevisian kita. Betapa tidak! Hari-hari Saya dan juga ( pasti ) Anda yang membuka serta menyimak situs ini pun tidak lepas dari yang namanya televisi. Dengan sifatnya yang audio-visual mudah membangun imajinasi khalayak, Saya teringat akan anak semata wayang Saya yang kini sudah menginjak usia 2 Tahun 6 Bulan. Setiap hari mendapat kesempatan menyaksikan segala hal yang disuguhkan televisi di rumah. Apalagi ketika Bundanya sedang asik menonton sinetron yang selalu menyajikan adegan tangis-tangisan, kemarahan dan perkelahian, sampai yang berdarah, sebut saja sinetron cengeng. Duh jujur aja, ada ketakutan yang amat sangat dengan perkembangan anak Saya. Belum lagi segala informasi yang Saya baca, dengar dan lihat tentang kasus-kasus yang terjadi di negeri ini maupun luar negeri sana yang banyak memberitakan seorang anak yang akhirnya berperan sebagai tersangka / terdakwa bahkan menjadi korban dari efek yang ditimbulkan oleh program siaran sebuah stasiun televisi. Ngeri nggak tuh ?!

Lalu, tindakan kita sebagai orang tua harus gimana donk? Apakah cukup dengan membatasi si anak pada jam-jam tertentu yang dibolehkan menonton? Apakah ketika si anak menonton, kita sebagai orang tua harus selalu mendampinginya ketika menonton? Apakah lebih baik tidak usah ada televisi di dumah kita?
Apakah…? Apakah…?.......terlalu banyak pertanyaan yang Saya pikir terlalu klise untuk di baca, di dengar, dan di simak oleh kita selama ini yang rasanya Basi! Untuk di bahas kembali.

Saya rasa nggak perlu neko-neko lah, sudah waktunya dan harusnya ada sebuah program siaran TV ataupun Stasiun Televisi yang mampu memadukan hiburan dengan pendidikan. Yah, seperti yang sekarang ini sedang dan sudah lama dilakukan oleh TV Education Jakarta atau yang kita kenal dengan sebutan TVE. Namun, pada perjalanannya, tentu harus banyak sekali tantangan yang harus di jawab oleh TVE itu sendiri dalam hal mengalihkan perhatian khalayak tersebut yang sudah terlanjur di buai sinetron cengeng yang ditawarkan oleh televisi-televisi swasta nasional ke program siaran TVE. Dan hal itu pun menjadi tugas serta tanggung jawab televisi-televisi lokal yang bermunculan di daerah-daerah. Lagi-lagi, sampai saat ini Saya belum melihat Televisi-televisi lokal yang mampu mengalihkan perhatian khalayak tersebut. Malah boleh dikata Membosankan!!! Di beberapa daerah yang memiliki stasiun TV lokal yang Saya temui, seperti PALTV Palembang, BukittinggiTV, PadangTV, RiauTV Pekanbaru, BaliTV, BandungTV, juga BatamTV, lebih banyak menyiarkan program siaran yang kurang menarik, kurang berbobot dalam penyajian edukasinya. Malah kelihatan Jadul ( Jaman dulu ) bhanget. So, kalau diperhatikan kenapa ya Stasiun TV yang menggunakan embel-embel nama daerah di belakang nama TV-nya itu nggak ubahnya seperti duplikat-nya TVRI. Wah, kalau di ulas terlalu dalam rasanya hanya menambah dosa panjang Saya saja. Entah bagaimana nanti Saya harus menghadap Yang Di atas, kalau kerjanya hanya menghujat Stasiun-stasiun TV itu. Yang Jelas Saya menulis artikel ini hanya ingin menumpahkan kecemasan Saya akan perkembangan anak Saya, dan mungkin ini bisa jadi kecemasan yang dihadapi anda selaku orang tua atau Oom dari keponakan anda, dan mungkin juga calon ayah yang saat ini sedang memikirkan masa depan anaknya nanti. Yang jelas, kita sama-sama menantikan hadirnya sebuah stasiun TV yang mampu memadukan Hiburan dan pendidikan, sanggup mengalihkan perhatian khalayak tadi dari sinetron cengeng yang kayaknya sudah tidak bisa di tolerir lagi, Betul?




read more

HUKUM ROKOK

Rokok terbukti mengandung berbagai-bagai jenis bahan kimia berbahaya, diantaranya ialah nikotin. Menurut pakar atau ahli kimia, telah jelas dibuktikan bahwa nikotin yang terdapat dalam setiap batang rokok atau pada daun tembakau adalah ternyata sejenis kimia memabukkan yang diistilahkan sebagai candu. Dalam syara pula, setiap yang memabukkan apabila dimakan, diminum, dihisap atau disuntik pada seseorang maka ia di kategorikan sebagai candu atau dadah kerana pengertian atau istilah candu adalah suatu bahan yang telah dikenal pasti bisa memabukkan atau mengandung elemen yang bisa memabukkan. Dalam mengklasifikasikan hukum candu atau bahan yang memabukkan, jumhur ulama fikah yang berpegang kepada syara (al-Quran dan al- Hadith) sepakat menghukumkan atau memfatwakannya sebagai benda "Haram untuk dimakan atau diminum malah wajib dijauhi atau ditinggalkan". Pengharaman ini adalah jelas dengan berpandukan kepada hujah-hujah atau nas-nas dari syara sebagaimana yang berikut ini: "Setiap yang memabukkan itu adalah haram" H/R Muslim.
Hadith ini dengan jelas menegaskan bahawa setiap apa sahaja yang memabukkan adalah dihukum haram. Kalimah kullu (ßõáøõ)di dalam hadith ini bererti "setiap" yang memberi maksud pada umumnya, semua jenis benda atau apa saja benda yang memabukkan adalah haram hukumnya. Hadith ini dikuatkan lagi dengan hadith di bawah ini: "Setiap sesuatu yang memabukkan maka bahan tersebut itu adalah haram". H/R al-Bukhari, Muslim dan Abu Daud.
Hadith di atas ini pula telah menyatakan dengan cukup terang dan jelas bahwa setiap apa saja yang bisa memabukkan adalah dihukum haram. Pada hadith ini juga Nabi Muhammad s.a.w menggunakan kalimah kullu (ßõáøõ) iaitu "Setiap apa saja", sama ada berbentuk cair, padat, debu (serbuk) atau gas.
Mungkin ada yang menolak kenyataan atau nas di atas ini kerana beralasan atau menyangka bahwa rokok itu hukumnya hanya makruh, bukan haram sebab rokok tidak memabukkan. Mungkin juga mereka menyangka rokok tidak mengandung candu dan kalau adapun kandungan candu dalam rokok hanya sedikit. Begitu juga dengan alasan yang lain, "menghisap sebatang rokok tidak terasa memabukkan langsung". Andaikan, alasan atau sangkaan seperti ini boleh diselesaikan dengan berpandukan kepada hadith di bawah ini: "Apa saja yang pada banyaknya memabukkan, maka pada sedikitnya juga adalah haram". H/R Ahmad, Abu Daud dan Ibn Majah.
Kalaulah meneguk segelas arak hukumnya haram kerana ia benda yang memabukkan, maka walaupun setetes arak juga hukum pengharamannya tetap sama dengan segelas arak. Begitu juga dengan seketul candu atau sebungkus serbuk dadah yang dihukum haram. Secebis candu atau secubit serbuk dadah yang sedikit juga telah disepakati oleh sekalian ulama Islam dengan memutuskan hukumnya sebagai benda yang dihukumkan haram untuk dimakan, diminum, dihisap (disedut) atau disuntik pada tubuh seseorang jika tanpa ada sebab tertentu yang memaksakan atau keperluan yang terdesak seperti darurat kerana rawatan dalam kecemasan. Begitulah hukum candu yang terdapat di dalam sebatang rokok, walaupun sedikit ia tetap haram kerana dihisap tanpa adanya sebab-sebab yang memaksa dan terpaksa.
Di dalam sepotong hadith sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi Muhammad s.a.w telah mengkategorikan setiap yang memabukkan itu sebagai sama hukumnya dengan hukum arak. Seorang yang benar-benar beriman dengan kerasulan Nabi Muhammad s.a.w tentulah meyakini bahawa tidak seorangpun yang layak untuk menentukan hukum halal atau haramnya sesuatu perkara dan benda kecuali Allah dan RasulNya. Tidak seorangpun berhak atau telah diberi kuasa untuk merubah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah melalui Nabi dan RasulNya kerana perbuatan ini ditakuti boleh membawa kepada berlakunya syirik tahrif, syirik ta'til atau syirik tabdil. Hadith yang mengkategorikan setiap yang memabukkan sebagai arak sebagaimana yang di dimaksudkan ialah: "Setiap yang memabukkan itu adalah arak dan setiap (yang dikategorikan) arak itu adalah haram". H/R Muslim.
Dalam perkara ini ada yang berkata bahawa rokok itu tidak sama dengan arak. Mereka beralasan bahawa rokok atau tembakau itu adalah dari jenis lain dan arak itu pula dari jenis lain yang tidak sama atau serupa dengan rokok. Memanglah rokok dan arak tidak sama pada ejaan dan rupanya, tetapi hukum dari kesan bahan yang memabukkan yang terkandung di dalam kedua-dua benda ini (rokok dan arak) tidak berbeza di segi syara kerana kedua benda ini tetap mengandungi bahan yang memabukkan dan memberi kesan yang memabukkan kepada pengguna atau penagihnya. Tidak kira sedikit atau banyaknya kandungan yang terdapat atau yang digunakan, yang menjadi perbincangan hukum ialah bendanya yang boleh memabukkan, sama ada dari jenis cecair, pepejal, serbuk atau gas apabila nyata memabukkan sama ada kuantitinya banyak atau sedikit maka hukumnya tetap sama, iaitu haram sebagaimana keterangan dari hadith sahih di atas.
Di hadith yang lain, Nabi Muhammad s.a.w mengkhabarkan bahawa ada di kalangan umatnya yang akan menyalahgunakan benda-benda yang memabukkan dengan menukar nama dan istilahnya untuk menghalalkan penggunaan benda-benda tersebut: "Pasti akan berlaku di kalangan manusia-manusia dari umatku, meneguk (minum/hisap/sedut/suntik) arak kemudian mereka menamakannya dengan nama yang lain". H/R Ahmad dan Abu Daud.
Seseorang yang benar-benar beriman dan ikhlas dalam beragama, tentunya tanpa banyak persoalan atau alasan akan mentaati semua nas-nas al-Quran dan al-hadith yang nyata dan jelas di atas. Orang-orang yang beriman akan berkata dengan suara hati yang ikhlas, melafazkan ikrar dengan perkataan serta akan sentiasa melaksanakan firman Allah yang terkandung di dalam al-Quran : "Kami akan sentiasa dengar dan akan sentiasa taat". Tidaklah mereka mahu mencontohi sikap dan perbuatan Yahudi yang dilaknat dari dahulu sehinggalah sekarang kerana orang-orang Yahudi itu apabila diajukan ayat-ayat Allah kepada mereka maka mereka akan menentang dan berkata : "Kami sentiasa dengar tetapi kami membantah".
Sebagai contoh iman seorang Muslim yang sejati ialah suatu peristiwa yang mengisahkan seorang sahabat yang terus menuangkan gelas sisa-sisa arak yang ada padanya ke tanah tanpa soal dan bicara sebaik sahaja turunnya perintah pengharaman arak. Hanya iman yang mantap dapat mendorong seseorang mukmin sejati dalam mentaati segala perintah dan larangan Allah yang menjanjikan keselamatannya di dunia dan di akhirat.
Kalaulah Nabi Muhammad s.a.w telah menjelaskan melalui hadith-hadith baginda di atas bahawa setiap yang boleh memabukkan apabila dimakan, diminum atau digunakan (tanpa ada sebab-sebab keperluan atau terpaksa), maka ia dihukum sebagai benda haram dan ia dianggap sejenis dengan arak. Penghisapan dadah nikotin yang terdapat di dalam rokok bukanlah sesuatu yang wajib atau terpaksa dilakukan seumpama desakan dalam penggunaan dadah kerana adanya sebab-sebab tertentu seperti desakan semasa menjalani rawatan atau sebagainya. Sebaliknya, penghisapan rokok dimulakan hanya kerana tabiat ingin suka-suka yang akibatnya menjadi suatu ketagihan yang memaksa si penagih melayani kehendak nafsunya. Dalam pada itu, tanpa kesedaran, ia telah membeli penyakit dan menambah masalah, mengundang kematian dan tidak secara langsung ia telah melakukan kezaliman terhadap diri sendiri di samping mengamalkan pembaziran yang amat ditegah oleh syara (haram).
Dadah (bahan yang memabukkan) telah disamakan hukumnya dengan arak oleh Nabi Muhammad s.a.w disebabkan kedua-dua benda ini boleh memberi kesan mabuk dan ketagihan yang serupa kepada penggunanya (penagih arak dan dadah). Melalui kaedah (cara pengharaman) yang diambil dari hadith Nabi di atas, dapatlah kita kategorikan jenis dadah nikotin yang terdapat di dalam rokok sama hukumnya dengan arak dan semua jenis dadah yang lain.
Kesimpulannya, rokok atau tembakau yang sudah terbukti mengandungi dadah nikotin adalah haram pengambilannya kerana nikotin sudah ternyata adalah sejenis dadah yang boleh membawa kesan mabuk atau memabukkan apabila digunakan oleh manusia. Malah dadah ini akan menjadi lebih buruk lagi setelah mengganggu kesihatan seseorang penggunanya sehingga penderitaan akibat penyakit yang berpunca dari rokok tersebut mengakibatkan kematian. Rokok pastinya menambahkan racun (toksin) yang terkumpul di dalam tubuh badan sehingga menyebabkan sel-sel dalam tubuh seseorang itu mengalami kerosakan, mengganggunya daripada berfungsi dengan baik dan membuka kepada serangan kuman dan barah.
Apabila pengambilan rokok yang mengandungi bahan yang memabukkan dianggap haram kerana nyata ia digolongkan sejenis dengan arak (ÎÜóãúÑñ) oleh Nabi Muhammad s.a.w maka di dalam hadith dan al-Quran pula terdapat amaran keras dari Allah dan RasulNya:
"Dari Abu Musa berkata : Bersabda Rasulullah saw : Tiga orang tidak masuk syurga. Penagih arak, orang yang membenarkan sihir dan pemutus silaturrahmi". H/R Ahmad dan ibn Hibban.
"Mereka bertanya kepada engkau tentang arak dan perjudian, katakanlah bahawa pada keduanya itu dosa yang besar". Al Baqarah:219.
"Hai orang-orang yang beriman, bahawasanya arak , judi, (berkorban untuk) berhala dan bertenung itu adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan, sebab itu hendaklah kamu meninggalkannya semuga kamu beroleh kejayaan". Al Maidah:90.
Hadith di atas Nabi Muhammad s.a.w telah mengkhabarkan bahawa penagih arak tidak masuk dan dalam ayat di atas pula, Allah mengkategorikan arak (khamar) sejajar dengan berhala dan bertenung sebagai perbuatan keji (kotor) yang wajib dijauhi oleh akal yang sihat. Perkataan "rijs" ini tidak digunakan dalam al-Quran kecuali terhadap perkara-perkara yang sememangnya kotor dan jelek. Perbuatan yang buruk, kotor, buruk dan jelek ini tidak lain mesti berasal daripada perbuatan syaitan yang sangat gemar membuat kemungkaran sebagaimana amaran Allah selanjutnya yang menekankan bahwa: "Sesungguhnya syaitan termasuk hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan judi itu dan menghalangi kamu dari mengingati Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mahu berhenti?". Al Maidah:91.
Justeru itu Allah menyeru supaya berhenti daripada perbuatan ini dengan ungkapan yang tajam : "Apakah kamu tidak mahu berhenti?"
Seseorang mukmin yang ikhlas tentunya menyahut seruan ini sebagaimana Umar r.a ketika mendengar ayat tersebut telah berkata: "Kami berhenti, wahai Tuhan kami, Kami berhenti, wahai Tuhan kami".
Utsman bin 'Affan r.a juga telah berwasiat tentang benda-benda yang memabukkan yang telah diistilahkan sebagai khamar (닄) "arak". Sebagaimana wasiat beliau: "Jauhkanlah diri kamu dari khamar (benda yang memabukkan), sesungguhnya khamar itu ibu segala kerosakan (kekejian/kejahatan)". Lihat : Tafsir Ibn Kathir Jld.2, M/S. 97.
Ada yang menyangka bahawa rokok walaupun jelas setaraf klasifikasinya dengan arak boleh dijadikan ubat untuk mengurangkan rasa tekanan jiwa, tekanan perasaan, kebosanan dan mengantuk. Sebenarnya rokok tidak pernah dibuktikan sebagai penawar atau dapat dikategorikan sebagi ubat kerana setiap benda haram terutamanya apabila dibuktikan mengandungi bahan memabukkan tidak akan menjadi ubat, tetapi sebaliknya sebagaimana hadith Nabi s.a.w: "Telah berkata Ibn Masoud tentang benda yang memabukkan : Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan ubat bagi kamu pada benda yang Ia telah haramkan kepada kamu". H/R al-Bukhari.
"Telah berkata Waail bin Hujr : Bahawa Tareq bin Suwid pernah bertanya kepada Nabi s.a.w tenang pembuatan arak, maka Nabi menegahnya. Maka baginda bersabda : Penulis membuatnya untuk (tujuan) perubatan. Maka Nabi bersabda : Sesungguhnya arak itu bukan ubat tetapi penyakit". H/R Muslim dan Turmizi. Allohu a’lam.





read more

Laskar Pelangi Memang Sebuah Fenomena

Laskar Pelangi memang sebuah fenomena. Setelah bukunya terjual beribu-ribu eksemplar dan dilanjutkan dengan sekuel Sang Pemimpi dan Edensor. Versi film-nya pun tidak ketinggalan menyedot perhatian orang-orang.
Andrea Hirata memang sangat pantas menerima pujian. Kisah yang disajikan baik di buku dan di Film tidak kehilangan esensinya. Meskipun tidak sama persis. Walau kadang ekspektasi pembaca terhadap sebuah adaptasi dari Novel ke film sangat tinggi tapi rupanya Miles dan Riri Riza tidak harus mematuhi segala yang tercetak di buku Laskar Pelangi akan tetapi mengambil esensi dari cerita tersebut.
Sangat jelas, yaitu tentang potret dunia pendidikan yang terpuruk di tengah kaya rayanya daerah Belitong, serta sebuah ironi, kalau tidak punya uang sepintar apapun orang dia tidak bisa melanjutkan sekolah dan cita-citanya, seperti yang dialami oleh Lintang. Hal itulah yang sepertinya ingin diketuk oleh Andrea Hirata, supaya tidak ada lagi orang-orang genius seperti Lintang yang hidupnya terpuruk. Perlu adanya kepedulian baik oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang peduli untuk mengentasnya.
Jika di buku, semua yang dikisahkan Andrea begitu menyentuh, juga terasa sangat seru seperti saat diadakan karnaval atas ide dari Mahar untuk melakukan karnaval versi orang orang Afrika dan akhirnya bisa memboyong piala kemenangan untuk sekolah Muhammadiyah. Juga saat Lintang dengan gampangnya membabat habis soal-soal yang diajukan di acara Cerdas Cermat yang juga memboyong Piala kemenangan.
Di Film, kisah penceritaan Lintang lebih ‘membumi’ dan menyentuh tanpa kehilangan kecemerlangannya. Saat Cerdas Cermat, Lintang tidak mendebat Guru muda SD PN untuk soal Fisika, tapi yang ditampikan adalah soal Matematika. Pemilihan materi matematika ini saya pikir cukup masuk akal supaya bisa lebih diterima di masyarakat dibanding jika yang diperdebatkan adalah ilmu Fisika yang mungkin lebih rumit dan terasa di awang-awang jika disodorkan pada penonton yang sangat hiterogen di Indonesia ini. Ilmu matematika kenapa lebih ‘membumi’?, karena sangat gampang ditemui dalam kehidupan sehari-hari,baik di pasar, di Mall, di rumah. Misalnya saja kalkulasi harga telor, harga cabai dll. Secara sederhana matematika sebenarnya adalah ‘Ilmu sehari-hari’.
Untuk tokoh Mahar, yang ditampilkan di Film dia tidak menyanyikan lagu barat Tennesse Waltz seperti yang diceritakan Andrea di buku akan tetapi Mahar menyanyikan lagu melayu yang sudah sangat akrab ditelinga yaitu Seroja Salah satu hal yang lain adalah di perlihatkannya adegan Pak Harfan wafat yang di buku tidak ada. Moment itu sangat menyentuh dan membuat sebagian besar penonton menitikkan air mata, apalagi saat Bu Mus kembali mengajar dan masuk kelas lalu di rubung oleh murid-muridnya.
Itulah barangkali beberapa hal yang ada di Laskar Pelangi antar di buku dan di Film.
Menikmati keduanya, baik buku maupun Film-nya adalah sensasi yang berbeda. Masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Ibarat menikmati Strawberry jika di hidangkan sebagai minuman jus dan yang di letakkan di atas kue tart, tentu berbeda kan sensasinya meskipun sama-sama strawberry?
Saat membaca bukunya, yang bergerak adalah imajinasi dan perenungan saya. Saat menonton Film-nya yang berperan adalah penglihatan dan logika sederhana serta sepercik keinginan untuk mencari hiburan. Tidak perlu mengharap sesuai dengan imajinasi yang bekerja saat menonton Filmnya, nikmati saja karena makna yang terkandung menurut saya tidak meleset terlalu jauh dari apa yang Andrea Hirata sampaikan. Yang perlu diresapi adalah sesudah membaca dan menonton film ini, sudah terketukkah hati?




read more

Simbol Haji Indonesia

Tanah suci makkah di Saudi Arabia menjadi pujaan muslim, yang maksimal mungkin dalam seumur hidup bisa menjalaninya, yakni haji –ibadah yang menjadi bagian ke lima dari rukun Islam yang wajib dilakukan bagi mereka yang mampu– sebagai kegiatan pengguguran suatu kewajiban sebagai orang yang mampu pergi ibadah haji.
Keberangkatan para haji pada masa dahulu yang menggunakan kapal laut kurang lebih selama enam bulan baru bisa sampai pada tanah suci. Lain dengan sekarang hanya hitungan jam bisa sampai di sana. Dahulu para haji yang juga sebagai muslim dan baru datang haji terkesan lebih kharismatik. Bekas pancaran kedamaian yang dibawa dari keberangkatannya tidak sia-sia datang di negeri perkembangan Islam. Doa menjadi haji yang diterima disandang pantas bagi mereka, tetapi kenyataan tersebut tidak lagi muncul pada saat ini. Realita demikian sudah sering kali kita jumpai di dekade dekat-dekat ini. Peningkatan jamaah haji Indonesia yang tercatat pada Departemen Urusan Haji sekitar 210 ribu jamaah. Sehingga Indonesia berada pada jumlah urutan teratas sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Nur Shamad Kamba, selaku koordinator PPIH di Jeddah, al-Nadwah jamaah haji Indonesia meningkat lebih dibanding negeri-negeri lainnya. Hal itu seraya, Indonesia terkenal dengan negara yang mayoritas beragama Islam dan pantas jika makin bertambah tahun makin pula bertambah jumlah quata haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci dan saling antri di tempat pendaftaran haji, seraya petugas pemberangkatan haji tiap tahun kebingungan dengan membludaknya peserta pendaftar haji.
Labelitas
Seorang kyai tidak sempurna dipanggil jika belum berlabel haji. Para dai kondang terkenal masih diragukan para pendengar jika label haji belum menempel pada awal pangilan nama mereka. Masih banyak varian yang memerlukan label haji, sampai saat ini demikian makin membudaya. Popularitas seorang artis pun ditutupi samar dengan label haji memberi cukup hijab berpikiran buruk pada mereka. Tameng haji merupakan tameng aman dalam bertidak baik maupun bertindak kriminal. Berhaji menjadi alat paling populer dipakai, sampai jalan berkorupsi bisa sukses menggunakan modal makelar pemberangkatan haji.
Berdirinya kegiatan-kegiatan banyak yang memadai para calon jamaah haji dalam Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) mulai berdiri dari naungan negara sampai yayasan bersaing membimbing. Apalagi ada bonus bagi satu orang menjadi mewakili dari para pengelolah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) diberi kesempatan berangkat bersama-sama dengan jamaah bimbingannya. Selain itu juga keuntungan dari pengelolaan lembaga juga tidak sedikit mereka dapat yang menjadikan mereka bertahan mengelolah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) mereka.
Keinginan dari adanya bimbingan agar menjadi haji mabrur, tetapi banyak yang buta dalam niat baik mereka. Sehingga seluruh aktivitasnya tidak lain karena manusia yang merupakan wujud lingkungannya dan tidak lagi ibadah haji demi memenuhi panggilan ilahirabbi melainkan memenuhi panggilan riya’.
Sempat terjadi dalam beberapa keluarga para haji, orangtua rela mengorbankan anak mereka demi berhaji dan bahkan untuk menyekolahkan anaknya tidak dijadikan urusan utama, sebagai orangtua yang wajib mendidik anak dengan baik. Akhirnya anak tidak lebih sekolah di tempat yang tidak favorit, tidak maju, dan bahkan anaknya tidak disekolahkan sampai perguruan tinggi tetapi orang tuanya sudah berhaji berkali-kali.
Wisata Haji
Beragam problematika haji di Indonesia, mulai dari haji dijadikan objek wisata warga Indonesia, hingga para calon jamaah haji menjadi objek pengolah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) untuk merekruitmen dalam kelompok bimbingannya. Saling merebut tawar mengajak bergabung di tempat bimbingannya, telah melunturkan nilai kepedulian untuk membantu tersukseskannya calon haji untuk menjadi haji yang mambrur.
Orang pada saat ini dalam melaksanakan haji dinilai secara dhohiriyah tidak mendapatkan predikat haji mambrur. Kita tenggok, bahwa masih banyak sekali para jamaah haji yang datang dari ibadah haji tidak linier dengan aktivitas di tanah suci. Masih banyak mereka yang baru datang tanah suci tetap saja melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Beberapa tahun akhir-akhir ini, tidak sedikit para menteri atau bahkan pengelolah Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang melakukan korupsi, dan jelas tentu mereka juga sudah melaksanakan ibadah haji. Wujud ini yang menyulitkan kita untuk mengetahui paradigma ketika sang haji melakukan kejahatan. Sebab penjahat membakai topeng hajinya sebagai simbol kejahatan yang tertutupi haji.
Sombol haji yang dimiliki banyak orang pada saat ini jelas tidak bisa menjadi tolok ukur nilai moral bangsa. Walaupun, bangsa banyak yang berhaji, tetapi keadaan bangsa tidak seperti di tanah haji.
Semua orang akan mencari simbol-simbol kebaikan. Mulai dari kebaikan makhluk dengan makhluk, makhluk dengan lingkungan, makhluk dengan khaliq. Wujudnya, haji menjadi salah satu korban simbol yang disalahgunakan orang dalam hal interprestasi memenuhi kebutuhan. Lebih jelasnya, banyak sekali simbol-simbol yang dipakai untuk menutup-tutupi dari kejelekkan seseorang.
Mantapnya, haji bukan sebagai simbol dalam ukuran level tertinggi di hadapan khaliq, tetapi sikap memberikan manfaat pada yang lain adalah lebih penting. Kiranya, niat baik bukan berarti hanya sesuai ukuran baik bagi kita, tetapi ukuran pada kaca mata pandang lingkungan dan khaliq. Sebagai warga yang berasas pancasila masih tetap menjunjung tinggi nilai-nilai ke-pancasila-an dan semoga jamaah haji tahun ini mendapatkan simbol haji mambrur.




read more

Kampaye Kemiskinan Sang Pemimpin

Berangkat dari faktor keturunan, masalah ekonomi bisa bermetamorfosis dalam sangkar keterpurukan keluarga yang akhirnya mengakar menjadi sebuah kemiskinan yang berkelanjutan. Realita tersebut hampir menjadi faktor utama dari sebab munculnya kemiskinan baru dari beberapa orang yang kampaye bahwa ia miskin.
Kabutuhan ekonomi yang semakin hari melonjak dan ketika minimnya kemampuan untuk mendapatkan atau memenuhi kebutuhan hidup. Hal ini bisa saja mempengaruhi keadaan psikis dari keluarga miskin. Keterpaksaan menjadi sebuah profesi, semula ‘gepeng’ dengan terpaksa akhirnya dianggap ini sudah biasa. Pada akhirnya kebiasaan inilah yang menjadi harapan untuk memenuhi kebebutuhan hidup sementara. Bahkan bukan sementara bisa saja mereka mengklaim selamanya akan menjadi ‘gepeng’ saja.
Orang miskin jika ditinjau dari aspek lokalitas yakni, pertama para warga miskin yang berada di sekitar kawasan yang dekat dengan perkotaan yang sudah maju atau berkembang. Katakan saja, mereka sebagai orang miskin perkotaan. Hal demikian perlu dieksplorasi kembali sebab-sebab mereka (warga miskin) menjadi miskin. Tidak signifikan sekali jika orang miskin masih ada di kota-kota besar. Bahkan ada sebuah argumen dalam ilmu antropologi dijelaskan bahwa suatu negara bisa dikatakan menjadi negara maju jika tingkat kemiskinan sedikit, pengangguran sedikit, anak balita meninggal berkurang, ibu hamil meninggal berkurang, dan lainnya.
Dengan demikian, jika dalam suatu lingkungan ada sumber daya manusia yang rendah, maka implikasi terbesar adalah adanya kemiskinan besar pula. Untuk itu, kita bisa langsung simpulkan bahwa orang yang miskin bukan sumber daya manusianya sendiri yang lemah tapi juga sumber daya manusia di sekitarnya yang lemah. Sebab, tidak mungkin ada kemiskinan jika dalam satu lingkungan sumber daya manusianya tinggi tapi ada komunitas kecil yang lemah (orang miskin). Sehingga pantas jika di kota-kota besar maupun di negara-negara besar masih banyak penampakan yang berwujud kemiskinan. Hal ini bisa dimungkinkan ketidakpedulian yang egois terhadap sesama manusia yang tidak mau menyeimbangkan sumber daya manusia.
Tidak ada salahnya jika kita mempersalahkan kepada orang-orang yang duduk di level tinggi sumber daya manusianya. Sebab mereka hanya bisa mempertinggi derajatnya, tapi tidak bisa mempertinggi derajat orang lain. Secara jelasnya, orang kaya hanya peduli dengan kekayaannya dan orang berpangkat hanya peduli pada pangkatnya tapi tidak dengan orang yang di sampingnya apalagi di bawahnya. Mungkinkah ini sebagai potret kemiskinan kita saat ini?
Kedua, orang miskin yang berada di daerah yang jauh dari perkotaan. Wajar jika mereka (orang miskin) mejadi miskin, karena ketidakdekatan akses bidang dan sulitnya akses yang mereka terima sehingga minimnya informasi kemajuan yang mereka dapatkan. Tetapi demikian ini juga perlu pencermatan detail. Kita lihat pengenjontan arus teknologi hampir tiap detikan waktu perkembangannya. Perkembangan teknologi memungkinkan hal yang tidak bisa diatasi lebih mudah jadi mungkin.
Derajat Lokalitas
Jika memang di era sekarang suatu kepadatan batu bisa mencair dengan adanya teknologi, kenapa tidak juga dengan kepadatannya ‘kemiskinan’ tidak pula mencair terselesaikan dari problematika dunia. Tidak bisa dipersalahkan jika demikian seperti ini, orang miskin-lah yang menang dalam beralasannya. Tetapi realita alasan bahwa orang miskin hanya menang berharap dan orang kaya menang melihat. Untuk itu, paradigma metafora pemikiran menyatakan bahwa antara orang miskin pingiran dengan orang miskin perkotaan baik yang miskin turunan maupun miskin bukan turunan memiliki derajat lokalitas yang sama. Sebab sudah banyak teknologi yang menghalalkan untuk sampai kepada mereka.
Dalam kanca modern, kemiskinan juga masih menjadi peran utama dalam perbincangan problematika dunia. Hal ini, seraya dengan krisis yang multidimensi Indonesia di antaranya yakni krisis kepemimpinan yang ber-prophetic, artinya pemimpin yang berjiwa partisipatik, karismatik dan prophetic selama ini ada di negara kita.
Pemimpin yang berkarakteristik prophetic dan jiwa partisipatik dalam ikut andil mengangkat derajat umat manusia, jelas mereka miliki demi kesejakteraan bersama. Tetapi kenyataanya, negara Indonesia masih belum menemukan pemimpin yang berkarakteristik prophertic. Pemimpin yang partisipatik, karismatik dan prophetic akan bisa menyelesaikan masalah yang hinggap di negara ini. Untuk itulah, pemimpin adalah yang menjadi penentu suatu negara itu banyak orang miskin atau kaya (makmur).
Negara tidak membutuhkan orang yang pandai berkampanye, pandai berjanji-janji ataupun yang lainnya, tapi negara membutuhkan orang yang penduli partisipatik, karismatik dan prophetic. Sangat cukup sekali, referensi yang kita temukan jika kita ingin mendesain negara sejahtera. Adanya masa lalu (sejarah) juga menjadi rujukan yang cukup. Tapi memang, jika kepedulian kurang ada dan keinginan tidak ada pasti itu semua tidak akan mungkin terjadi adanya.
Sebagai masyarakat yang sadar akan dengan pentingnya pemimpin dalam kesejahteraan bangsa. Langkah awal dalam melangkah adalah merubahnya dari diri sendiri, minimal kita bisa menjadi pemimpin atas diri kita sendiri dan membangun jiwa yang partisipatik, karismatik dan prophetic adalah sebagai kepedulian kita terhadap bangsa kita yang miskin ini. Tidak ada tindakan yang baik, jika hanya berkampanye tidak ada realitanya. Besarnya visi dan misi akan luntur begitu saja, jika tanpa aksi sebagai bukti kongkret.




read more

Efek Bahaya Asap Rokok

Efek Bahaya Asap Rokok Bagi Kesehatan Tubuh Manusia - Akibat Sebatang Rokok
Efek Bahaya Asap Rokok Bagi Kesehatan Tubuh Manusia - Akibat Sebatang Rokok Racun, Ketagihan, Candu, Buang Uang Dan Dosa
Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Di balik kegunaan atau manfaat rokok yang secuil itu terkandung bahaya yang sangat besar bagi orang yang merokok maupun orang di sekitar perokok yang bukan perokok.
1. Asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. Beberapa zat yang sangat berbahaya yaitu tar, nikotin, karbon monoksida, dsb.

2. Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung tiga kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan 50 kali mengandung bahan pengeiritasi mata dan pernapasan. Semakin pendek rokok semakin tinggi kadar racun yang siap melayang ke udara. Suatu tempat yang dipenuhi polusi asap rokok adalah tempat yang lebih berbahaya daripada polusi di jalanan raya yang macet.

3. Seseorang yang mencoba merokok biasanya akan ketagihan karena rokok bersifat candu yang sulit dilepaskan dalam kondisi apapun. Seorang perokok berat akan memilih merokok daripada makan jika uang yang dimilikinya terbatas.

4. Harga rokok yang mahal akan sangat memberatkan orang yang tergolong miskin, sehingga dana kesejahteraan dan kesehatan keluarganya sering dialihkan untuk membeli rokok. Rokok dengan merk terkenal biasanya dimiliki oleh perusahaan rokok asing yang berasal dari luar negeri, sehingga uang yang dibelanjakan perokok sebagaian akan lari ke luar negeri yang mengurangi devisa negara. Pabrik rokok yang mempekerjakan banyak buruh tidak akan mampu meningkatkan taraf hidup pegawainya, sehingga apabila pabrik rokok ditutup para buruh dapat dipekerjakan di tempat usaha lain yang lebih kreatif dan mendatangkan devisa.
5. Sebagian perokok biasanya akan mengajak orang lain yang belum merokok untuk merokok agar merasakan penderitaan yang sama dengannya, yaitu terjebak dalam ketagihan asap rokok yang jahat. Sebagian perokok juga ada yang secara sengaja merokok di tempat umum agar asap rokok yang dihembuskan dapat terhirup orang lain, sehingga orang lain akan terkena penyakit kanker.

6. Kegiatan yang merusak tubuh adalah perbuatan dosa, sehingga rokok dapat dikategorikan sebagai benda atau barang haram yang harus dihindari dan dijauhi sejauh mungkin. Ulama atau ahli agama yang merokok mungkin akan memiliki persepsi yang berbeda dalam hal ini.
Jadi dapat disimpulkan bahwa merokok merupakan kegiatan bodoh yang dilakukan manusia yang mengorbankan uang, kesehatan, kehidupan sosial, pahala, persepsi positif, dan lain sebagainya. Maka bersyukurlah anda jika belum merokok, karena anda adalah orang yang smart / pandai.

Ketika seseorang menawarkan rokok maka tolak dengan baik. Merasa kasihanlah pada mereka yang merokok. Jangan dengarkan mereka yang menganggap anda lebih rendah dari mereka jika tidak ikutan ngerokok. karena dalam hati dan pikiran mereka yang waras mereka ingin berhenti merokok.
kesehatan masyarakat




read more

Nenek Kreatif

Saat pemulangan jama’ah haji Mesir di International Air Port Cairo, seorang nenek-nenek ditanya oleh petugas imigrasi:
Petugas : Nek, apakah nenek membawa barang-barang yang dikenai pajak?
Nenek : Barang seperti apa yang kena pajak itu, nak?Petugas : Ya seperti barang elektronik dan barang-barang mewah lainnya.
Nenek : Yabni…Saya ini sudah tua. Masak sih tega menyangka saya membawa barang-barang yang seperti itu.
Petugas : Maaf, Nek. Karena ini sudah menjadi peraturan, maka saya harus memeriksa barang bawaan nenek.Lalu petugas itupun memeriksa satu persatu tas yang dibawa oleh si nenek. Tiba-tiba si petugas menemukan video player di tas si nenek.

Petugas : Lho, nek, ini apa? Ini video, dan barang ini akan dikenai pajak.
Nenek : Anak muda, saya ini sudah tua. Saya sengaja membawa video itu untuk menyetel khutbah Syekh Sya’rowi.

Karena jawabannya masuk akal, lalu si petugas pun memaafkan si nenek.
Kemudian petugas itu menlanjutkan pemeriksaannya.

Tiba-tiba ia menemukan sebuah radio merk Sony.

Petugas : Nek, ini barang elektronik juga dan ini harus kena pajak.
Nenek : Anakku, saya ini sudah tua. Sengaja saya membawa radio untuk mendengarkan pengajian setiap subuh dari radio.

Lalu petugas itupun kembali memaafkan si nenek dan melanjutkan pemeriksaannya.
Pada tas ang terakhir, si petugas berteriak kaget, seakan tidak percaya, karena ia menemukan sebotol minuman keras.
Petugas : Nek, ini minuman keras! Ini haram! Bukankah nenek baru pulang dari tanah suci? Mengapa nenek membawa minuman keras?!
Nenek : Anak muda, saya ini sudah tua karena sudah tua maka saya tidak bisa untuk tawaf tujuh kali mengelilingi ka’bah. Maka dari itu, saya membeli minuman keras. Dari pada saya yang cape mengelilingi ka’bah, mendingan ka’bah yang mengelilingi saya.
Petugas : ???




read more

Islam dan Ilmu Pengetahuan: Posisi ilmu pasti (eksakta) dalam Islam

Dalam Islam sebetulnya tidak ada dikotomi ilmu agama dan ilmu non-agama. Pada dasarnya semua cabang ilmu pengetahuan adalah ilmu Islami. Pada masa kejayaan Islam tidak ada perbedaan derajat ilmu agama dengan ilmu eksakta sehingga cendikiawan muslim pada masa itu banyak yang menguasai beberapa cabang ilmu sekaligus. Ibnu Sina atau Avicena, selain menguasai ilmu kedokteran juga pakar di bidang filsafat agama dan sastra. Ali Tabari, selain ahli di bidang obat-obatan juga pakar dalam filsafat Islam dan astronomi. Al-Razi atau Razes yang dikenal sebagai dokter dan ahli di bidang kedokteran ternyata juga, pada saat yang sama, seorang pakar teologi, filsafat, kimia dan obat-obatan

Ilmu gunanya adalah untuk menyingkap rahasia Allah dan mengenal tanda-tanda kebesaran Allah, yang hasilnya bisa dimanfaatkan untuk menundukkan alam. Rahasia-rahasia Allah ini bisa diungkap dengan meneliti tanda-tanda yang terdapat di dalam jagad raya, termasuk manusia sendiri. Untuk mengelola alam - dengan modal ilmu - manusia butuh standard of procedure , aturan-aturan dan cara tertentu yang diinginkan Allah agar pengelolaan alam tersebut berjalan dengan aman dan damai. Prosedur dan aturan-aturan ini disampaikan ke manusia melalui wahyu lewat para rasul yang isinya meliputi aturan yang berkaitan langsung dengan pengelolaan alam dan yang tidak langsung.

Manusia yang hendak menyingkap rahasia-rahasia Allah melalui tanda-tanda yang ada di jagad raya menggunakan perangkat ilmu-ilmu alam, seperti fisika, kimia, geografi, geologi, astronomi, falak dan lain-lain.

Manusia yang hendak menyingkap rahasia-rahasia Allah melaui tanda-tandaNya yang ada pada manusia dan makhluk hidup lainnya melahirkan perangkat berupa ilmu biologi, kedokteran, psikologi, sosiologi, kominikasi, sejarah dan lain-lain.

Ketika manusia hendak menyingkap rahasia-rahasia Allah melalui tanda-tanda yang disampaikan dalam wahyunya muncullah ilmu-ilmu keagamaan, seperti ulumul Quran, ulumul hadits, fiqh, tafsir, kalam, tasawwuf dan lain-lain.

read more

Islam dan Ilmu Pengetahuan; Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Tauhid

Dalam Islam, perintah yang paling mendasar adalah menyembah Allah dan mengesakanNya. Mafhum mukhalafahnya adalah larangan menyekutukan Allah, atau melakukan tindakan syirik. Setelah Allah menciptakan manusia dan menyuruh ciptaanNya itu mengesakannya - berarti manusia hanya boleh tunduk padanya dan tidak boleh tunduk pada sesama ciptaanNya - Allah menjadikannya sebagai khalifah di atas bumi. Dalam posisinya itu manusia diberi wewenang untuk mengatur dan mengelola alam, karenanya, Allah menundukkan alam untuk manusia.

.....dan Dia telah menundukkan bahtera supaya kamu dapat melakukan perjalanan di atasnya dengan perintahNya... (Q:S, Ibrahim:32)


.....dan Dia telah menundukkan pula bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya) dan Dia telah menundukkan bagimu malam dan siang (Q:S, Ibrahim:33)

dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu, dan binatang-binatang ditundukkan (untukmu) dengan perintahNya (Q:S, An-Nahl:12)

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmatNya lahir dan bathin (Q:S, Al-Luqman:20)

....Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya (Q:S, Al-Zukhruf:13)

Bila ada manusia yang tunduk pada alam maka dia telah menyalahi fungsi penciptaannya, karena sebagaimana firman Allah di atas, seharusnya alamlah yang tunduk pada manusia bukan sebaliknya. Manusia yang tunduk pada alam berarti telah melakukan perbuatan syirik karena tunduk pada yang selain Allah.

Dengan demikian, ajaran tauhid melarang manusia untuk tunduk pada alam tapi sebaliknya justru menguasai alam dan memanfaatkannya untuk kepentingan manusia yang pada gilirannya memaksa manusia untuk menguasai hukum alam, yang darinya bersumber ilmu pengetahuan dan teknologi.


read more